11 Juli 2008

Hikmah dari Pemulung Sampah

Suatu hari, salah seorang dari pemulung itu datang ke klinik saya. Resepsionis saya Ny. Ann dan saya sendiri terkejut atas kedatangannya. Ann pertama mengatakan dia tersesat dan ingin bertanya arah jalan. Lalu Ann bertanya kepadanya, "Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?" Ia menjawab, "Saya datang ke sini untuk mencari dokter." Di luar dugaan, ia bahkan menyebut nama saya.

Ketika saya mendengar bahwa dia datang ke sini untuk mencari saya, saya merasa ingin menghindar. Pada saat itu, saya ingat bahwa saya telah bersumpah, bahwa saya akan memperlakukan semua pasien dengan sama, tidak jadi masalah apakah orang kaya atau orang miskin, statusnya tinggi atau rendah. Tetapi sekarang ketika seorang pemulung datang kepada saya, saya menolak dan tidak berbuat sesuai dengan sumpah janji saya.

Saya merasa malu pada diri sendiri. Saya berusaha menenangkan diri dan ke luar menemuinya. Saya berbincang-bincang dengannya dan bertanya ada masalah apa dengan dirinya. Segera menjadi jelas bahwa ia bukanlah seorang yang papa, atau seorang tuna wisma. Ia mulai bercerita, "Sebenarnya saya tidak mempunyai kesulitan keuangan. Saya tidak perlu mendapatkan uang dengan memungut sampah. Namun saya menganggap daur ulang barang sebagai pekerjaan saya. Maka setiap hari Senin, saya mengumpulkan dan mendaur ulang alumunium bekas. Pada hari Selasa, saya mengumpulkan dan mendaur ulang gelas/kaca dan plastik bekas. Hari Rabu, saya mendaur ulang koran dan kertas-kertas bekas. Jika setiap orang dengan ketat mengikuti peraturan tentang pendaurulangan barang bekas, dunia ini rasanya akan menjadi lebih baik. Peningkatan lingkungan tergantung pada hal kecil seperti ini".

Ketika saya mendengar apa yang dikatakannya, saya merasa bersalah. Seperti kebanyakan orang sibuk, saya juga membuang sampah tanpa susah payah memilah-milah sampah yang bisa di daur ulang. Karena itulah mengapa ada orang seperti dia melewati hari-hari dengan memungut sampah. Pengalaman hidup menunjukan bahwa orang-orang yang giat membantu orang lain seringkali adalah orang-orang yang tidak anda perhatikan. Jadi anda jangan menilai orang dari pakaian dan penampilan mereka.

Sebagai contoh, suatu hari, pemulung itu terlambat menepati janjinya untuk bertemu dengan saya. Ia datang dengan pakaian basah dan berlumpur. Ia merasa sangat jelek penampilannya. Dia menjelaskan kepada saya bahwa ia baru saja membantu seseorang, mendorong mobilnya yang mogok di pertengahan jalan dan menggesernya ke pinggir jalan. Mobil itu sangat berat, kira-kira 4-5 orang tidak dapat menggerakan mobil tersebut. Kemudian, sebuah kendaraan ikut bagian membantu memindahkan mobil itu. Karena itulah, ia datang terlambat dan terlihat sangat kotor.

Pemulung itu juga lebih suka mengidentifikasi masalah orang lain daripada yang dilakukan rata-rata orang. Misalnya, jika saya bertemu dengan orang yang tersesat dan menanyakan jalan, saya akan mencoba untuk menjelaskan sejelas-jelasnya. Tetapi ketika dia menemukan hal yang sama, ia akan berusaha mengantarkan orang tersebut tanpa ragu-ragu sedikitpun.

Pada suatu hari, sesuatu yang memalukan telah terjadi. Pemulung itu memberi saya dua bingkai lukisan China. Kedua bingkai lukisan itu terbuat dari bambu, terlihat biasa saja dan sangat tua. Dia mungkin menemukannya di tempat sampah. Dia membungkusnya dengan rapi dengan kertas koran. Ketika dia membuka kertas koran dan dengan gembira memperlihatkan lukisan itu, saya merasa sedikit jijik, berpikir bahwa lukisan itu ditemukan di tempat sampah. Saya mencoba menutupi perasaan itu tetapi gagal melakukannya.

Semangatnya menghilang ketika melihat reaksi saya dan dia menjadi sangat kecewa. Dia berbisik kepada saya, "Saya pikir kamu akan sangat senang untuk memiliki seni tradisional dari kebudayaan kita. Mereka lebih berharga dari pada bunga plastik tiruan. Mereka memang terlihat tua, tapi mereka sudah berlayar jauh sekali menyeberangi samudra untuk sampai di sini”. Seketika itu saya menyadari kekeliruan saya, dan berulang-kali minta maaf kepadanya. Ya, tidak hanya kedua lukisan China itu saja yang berlayar menyeberangi samudra untuk sampai di negeri ini, namun saya sendiri juga datang ke sini dengan cara yang sama.

Apapun yang dilakukan, pasien saya yang bekerja memungut sampah begitu menikmati hidupnya. Ia lebih rileks, terlihat bahagia dengan hidupnya. Ia tersenyum dan terlihat ceria setiap kali mengunjungi klinik saya. Saat menunggu, ia tenang dan diam. Kadang-kadang bahkan dia mengetuk-ngetukkan kakinya di lantai saat mengikuti alunan musik yang sedang diputar.

Pada sisi lain, orang-orang kaya, yang dikira mempunyai kehidupan yang sangat baik, hidupnya tidak tenang, selalu khawatir dan gelisah. Saat mendatangi klinik saya, mereka selalu dikejar oleh telepon selulernya. Deringan ponsel berbunyi hampir setiap menit. Sedetik pun tidak mempunyai waktu luang.

Bahagia atau tidak, tidak tergantung pada berapa banyak materi yang kita miliki. Akan tetapi, itu tergantung pada seberapa tinggi tingkat spiritual yang telah kita capai.

Artikel: Xu Yulin, www.pureinsight.org