31 Agustus 2008

Bagaimanapun Masih Ada Sisi Baiknya

Beberapa tahun yang lalu ada sebuah cerita berjudul Lie Ri Dang Tou (Matahari Bersinar Panas di Atas Kepala). Dalam cerita tersebut di antaranya terdapat suatu adegan yang sampai hari ini sulit dilupakan.

Jalan ceritanya, ada satu keluarga dari Amerika keturunan Afrika. Mereka baru saja mendapatkan 10 ribu dollar AS dari asuransi jiwa ayahnya yang sudah meninggal. Sang istri, menganggap warisan tersebut adalah suatu kesempatan yang baik, ia membayangkan sekeluarga dapat pindah rumah dari daerah yang kumuh ke sebuah desa yang pekarangannya luas, ada taman bunganya. Anak perempuannya yang cerdas berpikir, uang tersebut bisa digunakan untuk mewujudkan impiannya kuliah di fakultas kedokteran.

Sementara itu, anak pertamanya mengemukakan permintaan yang sulit ditolak. Ia meminta dengan sangat bisa memanfaatkan uang tersebut untuk modal usaha dengan temannya. Ia meyakinkan kepada anggota keluarganya bahwa uang itu dapat membuat dia sukses, dan kehidupan keluarganya dijamin akan membaik. Dia berjanji asalkan dapat uang itu, ia akan mengganti penderitaan dan kemiskinan keluarganya dalam beberapa tahun ini.

Meskipun sang ibu merasa ragu, ia terpaksa memberikan uang kepada anaknya itu, ia beralasan bahwa anaknya ini belum pernah diberi kesempatan untuk berusaha, sehingga dia wajar mendapatkan hak menggunakan uang tersebut.

Tak sulit dibayangkan, "teman" anaknya setelah mendapat uang untuk modal usaha bersama ini malah kabur. Hal itu tentu saja membuat anak itu kecewa berat. Ia merasa ditipu oleh temannya. Ia pun pulang ke rumah dengan membawa berita buruk, diberitahukan kepada keluarganya bahwa cita-citanya sudah sirna, impian hidup yang indah sudah menjadi masa lalu. Mendengar kegetiran itu, adiknya yang perempuan dengan bermacam kata yang tidak enak didengar, menyindir dan mengejeknya, sampai meremehkan kakaknya. Begitu seringnya mengejek, sampai ibunya memberi peringatan, "Aku pernah mengajarkan kamu harus menyayangi kakakmu." Adik perempuan itu berkata: "Sayang dia? Dia sudah tidak perlu lagi disayang."

Sang ibu pun menasihati, "Bagaimanapun masih ada sisi baiknya, jika kamu tidak belajar untuk bisa mengasihi dan menyayanginya, apa pun juga tidak bisa dilakukan, pernahkah kamu menangis demi dia? Maksud saya bukan demi kehilangan uang kita itu, tetapi demi dia. Demi kita semua, ia mengalami dan tertimpa masalah ini. Nak, kamu pikir, saat yang bagaimana yang lebih tepat untuk menyayangi orang. Tidak harus pada saat mereka paling sabar hati, tetapi pada saat ia tidak lagi percaya diri sendiri dan saat sedang mengalami segala macam penderitaan. Nak, saat menilai orang, haruslah dengan sikap arif, harus mengerti bahwa ia telah lewat beberapa banyak gunung dan lembah, baru menjadi orang seperti ini." Maksudnya orang ini sedang membayar karma keluarganya.

Artikel: Cai Ming, www.erabaru.or.id

28 Agustus 2008

Jangan Abaikan Masalah Saat Muncul Pertama Kali

Fang Xiaoru adalah seorang pelajar ternama pada Dinasti Song, neo-Confucianism, juga seorang penulis pada awal Dinasti Ming. Ia amat terpelajar dan berbakat. Pada zaman Hongwu, dia mengabdi sebagai pengajar putra kaisar. Kemudian dia disumpah Pengadilan Negeri sebagai penasihat akademis Kaisar. Fang Xiaoru menulis sebuah artikel yang berjudul "Zhi Yu" yang menjelaskan secara harfiah, “hal-hal kecil dapat berubah menjadi bencana besar," yang mana menggunakan penyakit sebagai analogi untuk mengingatkan orang.
Di dalam artikel "Zhi Yu," diceritakan:”

Di Fuyang, ada seorang lelaki yang sehat dan kuat bernama Tuan Zheng. Kulitnya berwarna kemerahan dan tidak pernah terserang penyakit. Suatu hari, dia mendapatkan bercak merah sebutiran jagung di ibu jari kirinya. Dia menyangka telah sakit, maka dia bertanya-tanya kepada orang-orang. Orang-orang yang melihatnya menertawainya, dan mengatakan bahwa dia terlalu khawatir – itu hanyalah suatu goresan kecil. Tiga hari berlalu, bercak merah tumbuh jadi seukuran koin. Tuan Zheng gelisah dan bertanya-tanya ke sekelilingnya lagi. Orang-orang tetap menertawakannya. Tiga hari telah berlalu lagi, ibu jarinya telah membengkak sebesar 10 cm. Sakitnya tak tertahankan, seakan dicacah jarum, dan dia merasakan sakit di seluruh badannya.

Tuan Zheng amat khawatir dan pergi ke tabibr. Tabib itu memeriksanya dan amat terkejut, berkata, "Ini adalah penyakit aneh. Meskipun awalnya timbul di jarimu, tapi sebenarnya ini menyerang secara sistimatis. Nyawamu bisa bahaya kalau kamu tidak dirawat secepatnya. Seandainya diobati saat pertama kali muncul, kamu dapat sembuh hanya dalam sehari; bila telah berlangsung 3 hari maka perlu waktu 10 hari untuk sembuh. Sekarang telah berkembang hingga sedemikian rupa, maka perlu waktu 3 bulan untuk bisa sembuh. Apabila ketahuan pada hari pertama, maka hanya perlu tanaman, jika sudah lewat 3 hari maka perlu menggunakan obat. Apabila telah menjalar sampai ke hati, maka itu bukan lagi hanya masalah sebuah jari ataupun tangan. Apabila tidak diobati secara sistimatis, akan sangat sulit untuk melacak penyebarannya. Kalau tidak diobati secara lokal, juga akan sulit mencapai kesembuhan.
Tuan Zheng kemudian menuruti anjuran tabib itu. Dia minum ramuan tanaman dan juga mengoles obat. Tepat seperti yang diharapkan, dia menjadi jauh lebih baik setelah 2 bulan dan sembuh total dalam 3 bulan.

Fang Xiaoru menyimpulkan bahwa semua masalah besar berawal dari hal-hal kecil. Pada awalnya, penyakit tampak tidak parah dan tidak perlu diobati, namun akhirnya menjadi tidak terobati. Pada tahap awal, amat mudah disembuhkan, tapi kebanyakan orang mengabaikannya. Mereka menunggu sampai menjadi parah. Sehingga perlu waktu lama untuk mengobatinya, dan setelah melalui banyak usaha dan kekhawatiran, penyakit itu hanya dapat ditekan. Banyak orang seperti Tuan Zheng. Hanyalah ketika diketahui lebih awal, maka dapat diobati dengan mudah dan tuntas. Mungkin keadaan dapat menjadi parah, tetapi harapan masih ada. Hanya mereka yang tidak cepat tanggap atau yang mengabaikan keadaan awal, adalah yang harus benar-benar khawatir.

Artikel "Zhi Yu" sebenarnya menjelaskan sebuah konsep bahwa semua masalah timbul karena kita mengabaikan hal-hal kecil. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan masalah-masalah kecil dan lebih tegas terhadap diri sendiri. Pada tahap awal kesalahan lebih mudah diperbaiki. Namun apabila dibiarkan berlarut-larut tanpa dikoreksi, maka akan sulit diperbaiki.

Artikel: Qing Yan, www.minghui.ca

21 Agustus 2008

Tidak Ada Marah, Tidak Ada Musuh

Di kalangan Wushu (qigong bela diri dari Tiongkok), ada pepatah mengatakan, ”Melatih ketrampilan tanpa mengkultivasi energi, pada akhirnya tidak mendapat apa pun.”


Ahli pedang pada masa Tiongkok kuno tidak hanya berlatih ketrampilan bela diri tetapi juga mengkultivasi watak mereka. Keahlian pedang yang paling tinggi seringkali berasal dari kultivasi xinxing (pikiran/sifat dasar/etik/moral), makin tinggi xinxing seseorang, kemampuan supernormal yang terbentuk akan makin banyak. Karena kultivasi xinxing lebih sulit dicapai daripada membentuk ketrampilan pedang, seseorang dengan pikiran yang sesat atau tidak stabil, tidak hanya tidak mampu mengembangkan kemampuan supernormal. Juga dimungkinkan ia membentuk masalah psikologis, yang termanifestasi pada ketidakmampuan mengontrol emosinya, sehingga tidak mungkin baginya untuk memenangkan pertempuran.


Ada seorang ahli pedang terkenal dari Inggris beberapa abad yang lalu. Ia telah bertarung dengan musuhnya selama lebih dari 30 tahun tetapi pertarungan mereka selalu berakhir seri. Suatu hari musuhnya tiba-tiba jatuh dari kuda. Ahli pedang ini mengambil kesempatan untuk mengangkangi musuhnya dan saat itu ia dapat saja menghabisi musuhnya dengan mudah. Di luar dugaan, musuhnya meludahi mukanya. Ahli pedang ini terperanjat dan memberi tahu musuhnya, ”Anda bangun. Kita dapat bertarung besok!” Musuhnya tertegun, ia tidak mengerti mengapa orang Inggris ini berlaku demikian gentlemen.


Orang Inggris ini berkata, ”Saya telah mengkultivasi diriku selama lebih dari 30 tahun dan berhasil mempertahankan kondisi bertempur tanpa perasaan marah di dalam hati. Maka saya dapat tetap menang tanpa kalah. Tetapi, saat anda meludahi saya, pikiran saya menjadi marah. Jika saya membunuhmu, saya tidak akan dapat lagi merasa menang. Maka saya harap dapat menyesuaikan lagi mental saya dan memulainya lagi besok.”


Kenyataanya, pertarungan tersebut tidak pernah terjadi lagi. Akhirnya musuhnya minta menjadi muridnya dan ketrampilan pedang orang Inggris ini menjadi lebih hebat setelah ia dapat menyingkirkan emosinya. Pikiran yang lurus dan tenang menyingkirkan musuh-musuhnya dan memastikan kemenangan dalam setiap pertarungan, dalam berbagai kondisi.


Kenyataanya, bukankah ini prinsip yang universal untuk semua orang? Ketika seseorang dalam kemarahanan yang hebat, pikiran yang terganggu ini akan muncul dalam bentuk ledakan atau tabiat gila-gilaan dan membuatnya kehilangan akal sehatnya yang mana akan meredam kebijaksanaan dan kemampuannya. Hasil yang sangat tidak diharapkan akan terjadi.


Hanya dengan budi luhur, pikiran yang tenang dan terkendali yang mampu untuk menunjukkan kebijaksanaan seseorang. Menampakan kemarahan yang berlebihan hanya memperlihatkan tanda mental yang tidak seimbang dan ketidakmampuan. Jika seseorang dapat sepenuhnya menghilangkan kemarahan dalam pikirannya maka orang tersebut sungguh luar biasa.


Artikel: Guan Ming, www.zhengjian.org

18 Agustus 2008

Anda Memilih Sisi yang Mana?

Ada sepasang saudara kembar, yang satu sangat periang, satunya lagi sangat pemurung. Suatu hari, ayahnya telah membeli banyak sekali mainan baru dengan beraneka warna mencolok. Anaknya yang pemurung dibiarkan bermain ditumpukan mainan itu. Sebaliknya si anak periang ditempatkan ke dalam kandang kuda yang penuh dengan kotoran. Sang ayah nampaknya ingin mengubah karakter kedua anak tersebut.


Keesokan paginya, sang ayah melihat si anak pemurung sedang menangis tersedu-sedu lantas bertanya: “Kenapa, apa tidak menyukai mainan baru itu?” Anak itu dengan lugu menjawab, “Kalau mainan kan bisa rusak.” Sang ayah menghela napas, lantas melangkah masuk ke kandang kuda, ia menemukan si anak periang itu sedang bersemangat entah mengorek-ngorek apa dari kotoran kuda. “Tahukah, papa, saya rasa di dalam tumpukan kotoran ini pasti tersembunyi seekor kuda kecil,” celoteh anak itu dengan bangganya.


Sehari kemudian, sang ayah memberi kedua anak tersebut masing-masing minuman ½ botol, si anak pemurung tidak mau meminumnya, karena ia melihat hanya tinggal ½ botol saja. Sedang si anak periang mengangkatnya dengan gembira, “Sangat bagus! Masih ada ½ boto!”

Keduanya berbeda cara menyikapi kehidupan, satu anak adalah periang, yang lainnya pemurung. Ini telah menunjukkan sifat perbedaan dari cara berpikir umat manusia, yakni membagi segala hal menjadi dua sisi yang saling bertentangan, misalnya periang dan pemurung, memuji satu sisi, menghujat sisi lainnya. Manusia yang bersikap periang atau optimis, pada setiap situasi dan kondisi yang runyam kebanyakan akan menemukan peluang, sedangkan manusia yang bersikap pemurung atau pesimis, pada setiap peluang malah melihat sikon yang runyam. Ini dikarenakan dalam setiap optimisme kebanyakan terdapat bagian yang pesimis, dalam setiap pesimisme juga terdapat bagian dari optimisme, segala hal adalah berpadanan, hanya melihat manusianya mau berdiri di sisi yang mana.


Persoalannya, optimisme bisa membawa harapan kepada manusia, dapat membuat suasana hati manusia bergembira, dapat membuat manusia mengenali peluang, kenapa kita menolak optimisme? Kenapa senantiasa mau melihat sisi yang sangat runyam dari suatu permasalahan, sisi yang putus asa?


Sumber: Tabloid Era Baru, No. 07 Tahun Ke-3

12 Agustus 2008

Jangan Percaya Pujian

Pada masa feodalisme di Tiongkok, 17 tahun setelah kematian Yanzi, suatu hari Qijinggong minum bersama dengan para pejabat seniornya. Ia memanah, tetapi anak panah tidak mengenai sasaran. Walaupun demikian, semua pejabat senior memujinya, semua senada seperti paduan suara. Qijinggong menghela nafas dalam-dalam dan melempar panahnya.

Xianzhang masuk. Qijinggong berkata padanya, “Xianzhang, sejak kita kehilangan Yanzi 17 tahun yang lalu, tidak ada yang menunjukkan kekurangan dan kesalahan saya. Hari ini anak panah tidak mengenai sasaran, tetapi semua pejabat senior memuji.” Xianzhang menjawab, “Para pejabat senior tidak memiliki keberanian untuk menegur anda. Saya mendengar pribahasa, ‘Para menteri suka mengenakan pakaian yang raja kenakan dan memakan apa yang raja makan.’ Apakah Yang Mulia suka mendengar kata-kata pujian?”

Qijinggong harus mengakui ia suka dipuji. Hampir bersamaan, seorang nelayan membawakan ikan. Qijinggong ingin menghadiahkan 50 kotak berisi ikan untuk Xianzhang, tetapi dia menolaknya.

Mendengarkan pujian dapat mengaburkan pandangan seseorang, membuat mereka tidak dapat membedakan benar atau salah. Menimbulkan rasa puas diri dan sombong serta menganggap dirinya benar. Juga membuat orang tidak mampu membedakan kebaikan dan kejahatan. Karenanya, raja yang bijaksana seharusnya tidak percaya pujian orang lain. Melihat sekilas sejarah, orang-orang yang menaklukkan berbagai negara dan kemudian kehilangan nyawanya, kebanyakan tidak kekurangan penjilat jahat di sekelilingnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang suka saling memuji bila berjumpa anggota keluarga, kawan dan teman sekolah, terlepas apakah pujian tersebut sungguh-sungguh atau tidak. Mereka terbiasa memuji dan merayu dari awal. Apakah ini bukan sedang menjilat? Orang-orang suka mendengar pujian orang lain dan menerima rayuan. Mereka begitu senang dengan pujian sehingga melupakan ajaran kuno: “Obat yang baik terasa pahit namun berguna bagi tubuh,” dan “Nasehat yang baik mengejutkan telinga namun bermanfaat bagi sikap.”

Kita tidak seharusnya menganggap serius pujian orang lain. Jangan “seperti panah yang tidak mengenai sasaran dan menganggapnya sebagai kena sasaran.” Ini menipu diri sendiri dan orang lain, bahkan kemungkinan dapat membahayakan diri sendiri. Barangkali jika kita menolak menerima rayuan ataupun pujian, orang-orang akan merubah pemikirannya. Karena itu, kita harus selalu melihat ke dalam bila menghadapi masalah semacam ini.

Sumber: www.clearharmony.net

06 Agustus 2008

Bocah Gembala yang Cerdas

Alkisah pada zaman dahulu kala, ada seorang bocah gembala yang sangat terkenal, dia dapat menjawab dengan cerdas soal apa pun. Pejabat setempat juga telah mendengar akan kehebatannya, tetapi, dia tidak percaya. Kemudian, ia mengutus seorang kurir untuk membawa bocah gembala itu ke istananya, ia ingin menyaksikan sendiri apakah cerita-ceria itu benar sebagaimana yang ia dengar selama ini.

Setelah pejabat istana itu bertemu dengan bocah gembala tersebut lantas ia berkata padanya: “Jika kamu bisa menjawab tiga pertanyaan, saya akan mengundangmu untuk tinggal bersama denganku di istana, dan akan memperlakukanmu layaknya anak kandung sendiri.“ Bocah gembala itu lalu bertanya: ”Apa tiga pertanyaan itu?” Pejabat istana itu berkata: ”Pertanyan pertama adalah, ada berapa tetes air di laut?” Bocah gembala itu lalu menjawab: “Terlebih dahulu Anda harus memerintahkan membuat bendungan raksasa, menyumbat semua sungai, dan tidak membiarkan mereka (air sungai) mengalir masuk lagi ke laut, sesudah itu saya akan menghitung tetesan air. Kemudian saya baru memberitahu Anda.”

Pertanyaan kedua yang diajukan pejabat istana adalah: “Ada berapa banyak bintang di langit?” Bocah gembala itu mejawab: “Tolong berikan saya secarik kertas putih.“ Setelah menerima kertas itu, lalu sang bocah gembala melukis banyak sekali bulatan kecil dengan mopit (kuas) di atas kertas, saking banyaknya hingga tidak tampak dan tidak terhitung. Seusai menggambar, lalu ia berkata pada pejabat istana itu: ”Bintang di langit sama banyaknya dengan bulatan kecil di atas kertas, mohon diperiksa!” namun, tidak ada yang dapat menghitungnya.

Selanjutnya pejabat istana mengajukan pertanyaan terakhir: “Keabadian ada berapa detik?” Bocah gembala termenung sejenak, lalu menjawab: “Gunung Jin Gang sangat jauh dari Beijing, harus menghabiskan banyak waktu baru bisa memanjat sampai di puncak, kemudian harus menghabiskan waktu baru bisa berjalan mengintari gunung, dan harus menghabiskan banyak waktu lagi baru bisa turun dari gunung. Ada seekor walet yang setiap 10.000 tahun akan terbang ke Gunung Jin Gang untuk mengasah moncongnya. Saat setelah segenap gunung gundul diasah oleh moncong walet ini, keabadian baru berlalu satu detik.”

Pejabat istana itu memandang sang bocah gembala, kemudian memandang semua orang di istana, lalu berkata: ”Kamu adalah seorang yang cerdas, telah menjawab semua pertanyaan saya. Mulai sekarang, kamu sudah seperti anak kandung saya sendiri, boleh tingal bersama dengan saya di istana.” Bocah gembala itu berhasil. Belakangan pengembala itu juga telah banyak menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya.

Artikel: Lark, Dajiyuan

03 Agustus 2008

Angin Besar Tidak Mampu Menggoncang Sebuah Gunung

Ketika orang mengatakan kata-kata yang menusuk hati, mencela dan menghina anda, apa yang akan anda lakukan? Anda akan marah, dan dengan emosi memakinya, atau mengekang diri menahan emosi? Lalu? Apa anda akan semakin gusar, perasaan menjadi tertekan?

Suatu ketika, seorang kultivator berjalan melewati sebuah desa, beberapa orang yang menghampirinya mengeluarkan kata-kata yang kasar, bahkan mengucapkan kata-kata kotor.

Sang kultivator berdiri di sana, dengan penuh perhatian dan tenang mendengarnya, lalu berkata: “Terima kasih kalian datang menemuiku, tapi saya sedang buru-buru, orang di desa seberang sedang menunggu saya, dan saya harus segera ke sana. Tapi besok saya punya waktu, jika masih ada yang ingin kalian sampaikan, bagaimana kalau kalian datang bersama besok?”

Orang-orang itu benar-benar tidak yakin dengan apa yang didengarnya, dan tidak percaya dengan pemandangan yang ada di hadapan mereka: “Ada apa dengan orang ini?” Salah satu di antara orang itu bertanya pada sang kultivator: “Apa kau tidak mendengar apa yang kami katakan? Kami mengatakan hal yang tidak baik, tapi kau tidak bereaksi apa pun.”

Sang kultivator menjawab, “Jika yang kalian inginkan adalah reaksi saya, maka Anda datang terlambat, seharusnya Anda datang pada 10 tahun yang lalu, saat itu saya pasti menanggapi. Namun, selama 10 tahun ini saya tidak lagi di bawah kendali orang lain, saya bukan lagi seorang budak, saya adalah tuan bagi diri sendiri. Saya bekerja menurut kehendak pribadi, bukan menurut reaksi orang lain.”

Memang, jika ada yang emosi terhadap Anda, itu urusannya sendiri; Jika dia menghina Anda, itu adalah urusannya sendiri; Jika dia bersikap kasar dan tidak sopan, itu juga urusannya sendiri. Sebab apa yang ingin dia katakan dan lakukan, itu adalah tingkat kultivasinya, lalu apa yang dapat Anda lakukan?

Anda adalah tuan yang berperasaan, bukan budak belian.

Sumber: Dajiyuan