26 Oktober 2009

Raja dan Pengemis

Raja berkata pada dua orang pengemis: “Coba kalian pikirkan, seorang setiap harinya harus memberi, satunya setiap hari harus mendapatkannya. Jika boleh memilih, yang mana yang akan kalian kerjakan?”

Orang yang pandai bicara berebut berkata, “Tentu saja sebagai orang yang bisa mendapatkan.” Raja tersenyum-senyum. Kemudian ia berkata pada pengemis yang satunya: “Kamu?” Dengan hormat dan rendah hati orang itu menjawab, “Jika bisa, saya bersedia sebagai orang yang memberi.”

“Baiklah.” Raja tertawa riang, “Sekarang saya penuhi permintaan kalian.”

Raja membiarkan orang yang ingin mendapatkan meneruskan pekerjaannya sebagai pengemis, sebab hanya pengemis baru bisa mengharapkan pendapatan dari orang lain setiap hari. Sedang yang satunya mendapatkan hadiah dari raja, menjadi orang yang kaya, hanya dengan demikian ia baru bisa memberikan yang dimilikinya pada orang lain setiap hari.

Inspirasi dari fabel ini terletak pada diri kita, di mana timbul keegoisan dan keserakahan atau dalam hidup kita yang hanya ingin mendapatkan agar diri sendiri menjadi kaya menikmati kemewahan hidup. Atau timbul niat baik dan kasih sayang berusaha memberikan perhatian dan bantuan pada orang lain, sehingga dengan demikian mungkin bisa sering dirugikan, tapi mempunyai perasaan senang dapat menolong orang yang susah.

Namun, dalam pandangan para dewa, hal ini logikanya malah terbalik: Seseorang yang berniat baik, mengeluarkan berarti mendapatkan De, dewa akan menganugerahinya balasan yang berharga, sehingga ia menjadi orang yang benar-benar kaya. Sedangkan terhadap orang yang berhasrat egois, dewa juga akan memenuhi keinginannya, yang didapat dari serakah adalah kehilangan, dan menjadi pengemis yang sebenarnya.

Sumber: Tabloid Erabaru, No. 20 Tahun Ke-1

09 Oktober 2009

Sang Raja dan Burung Kecil

Ada sebuah cerita kuno di India. Pada suatu siang hari, beberapa orang dewasa sedang mengobrol dengan santai di bawah pohon yang rindang. Tiba-tiba terdengar suara burung dengan nada sedih yang sedang berusaha terbang sekuat tenaga. Ketika dilihat seekor burung kecil terbang rendah sekali, sebentar jatuh dan terbang lagi, tetapi sama sekali tidak berhasil, tampak menderita sekali.


Di belakang burung kecil itu, ada sekelompok anak sedang mengejarnya dengan riang gembira, sementara para orang dewasa hanya tertawa terbahak-bahak dianggapnya itu mainan yang lucu. Nah, pada saat itulah muncul orang tua yang berpakai baju putih mendekati dan menghalangi anak-anak yang mengejarnya, dan berjongkok mengambil burung kecil itu pelan-pelan dengan kedua tangan.


Oh! Sayap burung itu ternyata diikat dengan tali dan di ujung tali terikat satu biji batu, pantas burung itu tidak dapat terbang! Orang berbaju putih itu merasa kasihan pada burung kecil itu. “Burung itu punya kami, pulangkan kepada kami,” kata anak-anak itu dengan nada kurang sopan. Tapi, orang berbaju putih itu berujar, “Aku akan membeli burung ini, berapa harganya?” Mendengar uang, anak-anak itu sangat gembira dan menjualnya kepada orang itu. Orang berbaju putih tersebut dengan penuh belas kasih membuka talinya dan melepaskannya, burung itu terbang berputar-putar di atas kepalanya dengan riang seolah ingin mengucapkan terima kasih.


Selanjutnya, orang berbaju putih ini mengelus kepala anak-anak itu: “Lihatlah anak-anak, burung kecil itu terbang bebas dan bernyanyi gembira, ini indah sekali bukan? Setiap jiwa pun mempunyai harga dan hak untuk hidup, ini adalah jiwa yang indah di dalam langit bumi.” Anak-anak itu hanya menundukkan kepala, dan orang-orang dewasa yang di samping itu juga merasa malu. Orang berbaju putih sekali lagi mengelus kepala setiap anak, lalu pergi. Mereka melihat bayang-bayang di belakangnya, terdapat kelapangan dada yang luar biasa, dengan kelembutannya bertutur. Tiba-tiba seorang anak berujar, ”Aku ingat! Beliau adalah sang raja kami.”


Saat itu adalah zaman kerajaan di mana rajanya seorang penganut agama Buddha yang taat, rakyatnya disayang seperti anaknya sendiri, sering memakai berbaju putih, masuk ke perkampungan penduduk untuk memahami keadaan rakyat, dan sering menolong orang yang susah. Sebagai sesama, kita berusaha memahami jiwa yang indah, dan juga harus selalu bermurah hati kepada orang yang membutuhkan pertolongan, serta memupuk kasih sayang kepada semua jiwa.

Sumber: Mingxin.net