18 Juli 2008

Bunga untuk yang Hidup

Ada seorang penjaga makam yang setiap minggu menerima surat dari seorang wanita yang tak dikenalnya, di dalam surat itu terselip uang, untuk membeli seikat bunga segar untuk diletakkan pada pusara putranya. Hal tersebut berjalan cukup lama hingga akirnya pada suatu hari, penjaga makam ini telah menjumpai wanita tua tersebut. Ia duduk di dalam mobil, si sopir bergegas masuk ke rumah kecil penjaga makam itu, bilang: “Nyonya sakit sampai tidak bisa jalan, silakan anda menemuinya sebentar”. Seorang wanita tua yang lemah duduk di dalam mobil, sedikit anggun, namun sorot matanya sudah meredup karena kesedihan, dalam pangkuannya terletak seikat besar bunga segar.

“Saya adalah Ny. Adam, beberapa tahun ini saya setiap minggu mengirimi anda uang…,” ucap nyonya itu lirih. “Untuk membeli bunga, kan?” kata si penjaga makam nyeletuk. Langsung Ny. Adam mengiyakan, “Betul, untuk putraku”. “Saya setiap kali tidak lupa menaruh bunga, nyonya,” ujar penjaga makam. “Hari ini saya datang sendiri”, kata Ny. Adam lirih. Lalu lanjutnya: “Karena dokter bilang saya sudah tidak bisa hidup dalam beberapa minggu lagi. Mati malah lebih baik, hidup juga tidak berarti. Sekarang saya hanya ingin melihat sekilas putra saya, dan meletakkan sendiri bunga-bunga ini.” Si penjaga makam berkata, “Nyonya, beberapa tahun ini anda selalu kirim uang untuk beli bunga, saya selalu merasa sangat menyayangkan.” Ny. Adam bergumam, “Menyayangkan?” Sedang penjaga makam itu melanjutkan dengan polosnya, “Nyonya, kalau bunga diletakkan di sana, beberapa hari juga sudah kering, tiada orang yang menciumnya, tiada orang yang melihatnya, betul-betul sangat sayang.”

Ny. Adam kaget dibuatnya, “Anda sungguh berpikir demikian?” Si penjaga makam memastikan, “Betul nyonya, mohon mengerti. Saya sendiri sering ke rumah sakit, panti asuhan, orang-orang di sanalah yang menyukai bunga. Di sana semuanya orang hidup, akan tetapi di makam ini mana ada yang hidup?” Wanita tua itu tidak menjawab, dia masih duduk lagi sejenak lantas pergi. Si penjaga makam menyesali perkataannya yang terlalu terus terang, sangat kurang pertimbangan, ia kuatir nyonya yang kehilangan anaknya itu tidak tahan karenanya.

Setelah lewat beberapa bulan, wanita tua ini tiba-tiba datang menjenguknya lagi dengan tampilan yang jauh berbeda, membuat si penjaga makam terperangah. Kali ini dia mengendarai sendiri mobilnya. “Saya memberikan bunga-bunga kepada orang-orang di sana,” katanya dengan ramahnya tersenyum kepada si penjaga makam. Lalu lanjutnya, “Perkataan anda betul, mereka begitu melihat bunga sangat gembira, ini betul-betul membuat saya bersemangat. Penyakit saya telah sembuh, dokter tidak paham apa yang terjadi, tetapi saya sendiri paham betul, saya merasa hidup ini masih ada gunanya.”

Sumber: Dajiyuan Edisi 176