31 Mei 2009

Kisah Menjual Babi Sakit

Gongsun Mu hidup pada masa Dinasti Han Timur. Ketika dia masih muda, keluarganya sangat miskin. Dia sangat ambisius, bekerja keras dan belajar puisi Han. Pada musim semi dan gugur, ia belajar dengan tekun kita-kitab kuno seperti Hetu dan Loushu, terutama cara meramal masa akan datang. Dia juga dikenal sebagai seorang yang jujur dan baik, sehingga disegani orang lain.


Gongsun Mu memelihara babi. Ketika salah satu ekor babinya sakit, Gongsun Mu meminta seseorang untuk menjual babi itu di pasar. Gongsun Mu berkata kepada orang tersebut, ”Jika babi itu ada yang berminat, kamu harus memberitahukan pembelinya kalau babi ini sakit, dan kamu harus menjualnya dengan harga yang murah dan pantas. Jangan menipu orang dan meminta harga yang tinggi.”


Saat menawarkan babi, orang tersebut tidak memberitahu pembeli bahwa babi itu sakit dan babi itu dijual dengan harga yang sangat tinggi. Setelah mengetahui kejadian ini, Gongsun Mu segera pergi ke pasar dan mencari pembelinya. Dia memberitahu kepada pembeli itu, ”Babi ini sebenarnya sakit. Saya ingin menjualnya dengan harga rendah. Saya tidak menyangka orang tersebut menjual babi tersebut dengan harga tinggi.” Kemudian dia mengembalikan separuh uang kepada pembeli itu.


Sementera itu, ada seorang kaya raya yang bernama Wang Zhong. Dia berkata kepada Gongsun Mu, ”Kamu dapat melakukan hal-hal yang hebat kalau kamu mempunyai uang. Saya ingin memberi kamu satu juta koin untuk berbisnis. Apa pendapatmu?” Gongsun Mu telah belajar kitab Hetu, Luoshu dan buku-buku kultivasi lainnya. Dia mengerti hukum langit dan takdir pertemuan. Dia berkata, ”Saya sangat menghargai kebaikanmu! Menjadi kaya atau miskin adalah keputusan langit. Saya akan mendapatkannya jika itu ada dalam kehidupan saya. Saya tidak boleh menerima!”


Karena Gongsun Mu mempunyai kebajikan dan kebijakan, dia direkomendasikan mempunyai “Xiao Lian.” “Xiao Lian” adalah salah satu kriteria untuk menyeleksi pejabat. Xiao bermakna penghormatan dan kasih sayang orangtua; Lian bermakna tidak dapat disuapi. Peraturan dari Pengadilan Kaisar menyatakan bahwa orang yang tidak mempunyai sifat Xiao dan Lian tidak memenuhi syarat menduduki posisi sebagai seorang pejabat.


Sejak itulah Gongsun Mu diangkat sebagai pejabat setelah lulus ujian seleksi. Ketika sebagai seorang pejabat, pencapaiannya menjadi pembicaraan dan dia sangat terkenal karena kebaikannya. Begitu juga kelima anak laki-lakinya terkenal karena kebaikan mereka. Cerita “Gongsun Mu Menjual Babi” menjadi contoh moral selama beberapa ribu tahun dan cerita tersebut membawa sanjungan terhadap kejujuran dan integritas.


Artikel: Qing Yan, www.minghui.ca

18 Mei 2009

Berhati Baik

Apa yang paling berharga dalam kehidupan manusia. Yang dikatakan Yuguo adalah benar; suatu kebaikan. “Kebaikan adalah mutiara langka dalam sejarah, orang yang baik hampir lebih baik dari orang yang mulia.” Orang yang baik selalu menyebarkan sinar matahari dan embun, mengobati luka hati dan jiwa manusia. Berinteraksi dengan orang yang berhati baik, kearifan akan mendapatkan inspirasi, jiwa menjadi bermoral tinggi dan lebih berhati lapang.


Sewaktu saya masih sekolah di SLTP, beruntung mempunyai seorang guru yang berhati baik. Pada “zaman kediktatoran” saat itu, saya yang masih berusia 14 tahun, sangat takut akan satu hal, yaitu “mengisi formulir.” Terhadap kolom “asal usul keluarga,” saya selalu merasa ketakutan dan malu, menundukkan kepala seperti orang yang kedapatan berbuat salah, dua huruf “youpai (golongan kanan)” ditulis sekecil semut. Pada suatu saat, teman sebangku dengan sengaja berteriak keras: “Mengapa pada kolom ini tulisannya begini kecil.” Guru datang mendekat, diambil dan dilihatnya formulirku, berkata dengan tenang, “Tulisanmu sangat rapi, jangan hiraukan dia.” Saya duduk, sambil menghapus air mata terharu, dalam hati berkata: “Guru sangat baik.”


Sebenarnya pada masa itu, kekejian dalam “perang kelas sosial” sudah menjadi kebiasaan layaknya udara yang mengalir. Kebaikan di dalam kehidupan manusia sudah hampir lenyap, apa yang disebut sahabat, cinta kasih, semuanya sudah terguling diterjang ombak ganas. Di masa remaja, saya juga pernah membenci ayah saya tanpa alasan yang jelas. Demi untuk naik kelas, di bawah godaan “mengutamakan penampilan” menulis secarik surat yang membongkar perbuatan kontra revolusioner yang dilakukan oleh ayah kepada guru. Seumur hidup tak akan saya lupakan malam setelah selesai mengerjakan PR itu, guru mengajak saya mengobrol di bawah pohon. Guru berkata: “Di dalam hati setiap orang, terdapat dua singa jahat dan baik yang berebut hati nurani. Bila hati nurani sudah ditelan singa jahat, maka seumur hidupnya tidak akan tertolong lagi. Anakku, pikirkan dengan baik, setiap saat haruslah berhati baik, jangan sampai melakukan hal yang akan kamu sesali seumur hidupmu.” Beliau mengembalikan suratku, dibelainya kepalaku sambil berkata: “Apa yang tertulis dalam surat ini adalah kata-kata yang dipersiapkan orang lain agar kamu menuliskannya, sama sekali bukanlah kata hatimu, kesalahanmu adalah karena ketidaktahuanmu, bukan kemunafikan.”


Sekejap saja tiga puluh tahun telah berlalu, kini setiap kali saya mendekati ayah saya yang menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi, mendengarkan ajarannya, merasakan cinta kasih dari ayah, saya teringat pada guru yang baik hati itu, adalah karena kebaikan hati yang beliau miliki, maka jiwa saya pun terselamatkan, kebaikan hati adalah mataharinya semangat dunia!


Sumber: Tabloid Era Baru, No. 4 Tahun Ke-1

07 Mei 2009

Jangan Remehkan Kebaikan yang Kecil dan Jangan Lakukan Keburukan Sekecil Apa pun

Kerajaan Zhongshan adalah sebuah kerajaan kecil pada jaman peperangan antar negara Tiongkok. Suatu ketika, raja mengundang semua perwira-perwira terkenal di ibukota untuk makan malam, dan Sima Ziqi adalah salah satu tamu yang diundang. Karena Sima satu-satunya perwira yang tidak dihidangkan kue yang terbuat dari susu domba, ia menjadi sangat marah. Ia pergi ke kerajaan Chu dan membujuk raja Chu untuk menyerang Zhongshan.


Akhirnya kerajaan Chu melancarkan serangan terhadap Zhongshan, dan raja Zhongshan kabur. Raja Zhongshan kemudian memperhatikan ada dua orang bersenjata yang membuntutinya. Baginda bertanya kepada mereka, ”Mengapa Anda membuntuti saya?” Mereka menjawab, ”Ayah kami pernah hampir meninggal karena kelaparan. Anda memberinya semangkuk makanan. Ayah kami memberitahu kami, ”Jika raja sampai menghadapi bahaya, kalian harus mempertaruhkan nyawa untuknya.” Maka, kami datang kemari untuk mati demi yang mulia.”


Memandangi langit, raja menghela napas dan berkata, ”Memberi tidak ditentukan oleh seberapa besar atau kecil, tetapi berdasarkan kebutuhan. Kebencian tidak ditentukan oleh seberapa dalam atau dangkalnya, tetapi berdasarkan seberapa terlukanya orang tersebut. Saya kehilangan kerajaan karena kue dari susu domba, dan memperoleh dua pejuang dari semangkuk makanan.” Karena kelalaian atau kurangnya perhatian, sepotong kue menyebabkan raja kehilangan kerajaannya.


Melalui kejadian ini, kita dapat memahami bahwa perkara-perkara besar atau kecil, dan kata-kata, kuat atau lemah, keduanya dapat melukai orang. Karena itu kita mesti hati-hati terhadap apa yang kita ucapkan, dan apa yang kita perbuat sehari-harinya. Perbuatan baik yang kecil bagaikan bara hangat di salju untuk orang yang membutuhkannya. Maka kita, jangan pernah meremehkan perbuatan baik yang kecil, namun jangan melakukan perbuatan buruk sekecil apa pun.


Sumber: Qing Yan/www.Minghui.org