30 Juni 2008

Kisah Elisa Melihat Karma Masa Lalu

Dengan terapi kembali ke masa lampau, Elisa berhasil mengingat-ingat kehidupan sebelumnya. Karma yang besar telah membuatnya menderita suatu penyakit berat.

Elisa menikah dengan bahagia dan hamil untuk pertama kali saat berumur sekitar 24 tahun. Pada masa awal kehamilannya berjalan dengan lancar. Tetapi sekitar 6 bulan kemudian dia mulai merasakan kesakitan yang hebat di salah satu indung telurnya. Sebuah kista ditemukan selama pemeriksaan medis dan mempengaruhi indung telur sehingga harus dipindahkan. Dia sebelumnya menjalani operasi untuk memindahkan sebuah kista dari payudaranya. Saat kelahiran, bayinya menderita cacat hati bawaan dan akhirnya meninggal di rumah sakit setelah beberapa minggu.

Dia sangat depresi dan mendatangi saya untuk pengobatan. Saya memintanya merebahkan diri dan menutup matanya. Dia menceritakan kehidupannya. Dia secara khusus menyebutkan bahwa dia selalu merasa ketakutan pada pisau. Dengan hati-hati saya mencatat dan bertanya dalam hati, kejadian semacam apa di kehidupan lalunya yang menimbulkan ketakutan ini.

Mengingat Masa Lampau

Namun, saya mendorongnya untuk konsentrasi pada pengalaman paling akhir (dihipnotis). Menurut pandangan saya, sangatlah jelas bahwa kehamilan dan kematian dari bayinya tersebut dengan hebat mempengaruhi perasaannya. Adalah tak ada artinya untuk menggali keluar kesedihan yang lain kecuali dia mengetahui keseluruhan yang terjadi dalam kehidupan ini.

Segera dia mulai memalingkan kepalanya dan kelihatan meronta-ronta untuk sesuatu hal. Dia mulai dengan kacau mengucapkan kata-kata berikut: "Darah, darah, lelaki itu mengenakan pakaian kuning, dia seorang dokter? Tidak, saya tidak menginginkan, tolong jangan potong saya, tolong jangan potong saya? Sangat sakit, saya tidak dapat bergerak, jangan potong saya, tolong jangan potong saya.... Saya tidak dapat bergerak, saya tak berdaya. Lelaki itu memotong saya."

Dia melanjutkan: "Lelaki itu memotong saya, memotong ke arah bawah, anak saya di sana, jangan potong anak saya, tolong jangan potong anak saya! Dia meminta suster untuk sesuatu hal, dia memotong lagi. Oh, indung telur saya! Dia katakan sudah retak --sobek. Dia memotongnya keluar, dia memperlakukan pada indung telur yang lain, saya telah kehilangan indung telurku. Saya tidak dapat bergerak, saya tidak dapat melakukan apa pun? Apa yang terjadi pada saya? Saya telah dikebiri, saya tidak dapat melahirkan anak lagi, saya sudah bukan seorang wanita lagi? Suster, katakan pada saya ini bukan masalah."

Mengamati histerisnya, saya pikir Elisa bereaksi dengan keras selama ketidaksadarannya. Ucapan kacau dari "jangan potong saya" tiba-tiba mengingatkan saya atas ketakutannya pada pisau. Tetapi perasaannya akan ketidakberdayaan dan merasa diri bukanlah lagi seorang wanita mungkin perlu dijelaskan dari sumber posisi lebih dalam darinya. Ketakutan pada pisau dan perasaan buruknya bahwa dirinya bukan lagi seorang wanita belum terpecahkan.

Belakangan, saya ingin dia mengulang, "jangan potong saya" dan dia mulai berbicara tentang pengalaman masa lalunya: "Tolong jangan potong saya, tolong jangan potong saya, saya tidak dapat bergerak. Mereka membius saya, saya tak dapat melakukan apa pun? ...Ini gudang, dengan jerami. Dia sedang memotong saya, seorang lelaki mengenakan celana dan tali biru? Ada lelaki yang lain, saya tidak ingin mati... (kelihatannya kejadian ini terjadi di abad 17-an), mereka mencoba menolong saya dari kelahiran yang buruk, mereka sedang melakukan operasi kelahiran? ...Kedua lengan saya diikat pada sesuatu tempat di atas kepala di gudang, saya setengah telanjang, saya tidak dapat melakukan apa pun. Darah, banyak darah, mengalir dari perut saya. Bayi tersebut, meninggal." (Dia menangis) "Saya sekarat, saya tidak ingin mati, saya sendiri terpisah dengan tubuh saya, saya meninggalkan? saya melihat tubuh saya dari luar, saya tidak lagi di sana, seorang wanita muda, lelaki tersebut adalah adik saya dan dia sedang mencoba menolong saya. Bayi tersebut meninggal, meninggal saat lahir. Saya tidak dapat berbuat apa pun, tidaklah aman untuk melahirkan, tidak aman?"

Sumber Penyakit

Dengan mengetahui pengalaman kehidupan masa lalunya, Elisa menjadi jelas tentang salah satu sumber dari ketakutannya. Perasaan takutnya berangsur-angsur sedikit menghilang. Tetapi dia perlu menyingkirkan pikiran negatif bahwa melahirkan itu tidak aman. Jarang ada penyembuhan sepenuhnya pada trauma kejiwaan yang serius hanya dalam satu atau dua kali sesi pengobatan. Biasanya, beberapa trauma berasal lebih dari satu kali masa kehidupan silam. Paling sedikit, penyakit serius seperti kista Elisa di indung telur dan payudaranya, telah terakumulasi dari banyak pengalaman masa silam, dan sepertinya sering terjadi berulang-ulang di kehidupan lampaunya.

Kami lebih lanjut membahas sumber dari kesakitan di indung telurnya selama sesi belakangan. Di sesi itu, Elisa melihat dirinya sebagai seorang pembantu di desa utara dari Gurun Sahara. Identifikasi tentang waktu sejarahnya tidak jelas, tetapi waktu tersebut hampir seperti sekarang ini. Saat berusia 14 tahun, dia diserang dengan cabul oleh sekelompok tentara yang berusaha memperkosanya.

Dia mengatakan pada tentara-tentara itu bahwa mereka sangat menjijikkan. Mendengar ini, seorang tentara memukulnya dan menyepaknya dekat bagian pinggang dengan sepatu bot besarnya dan dia terjatuh di lantai. Ginjal dan indung telurnya terluka parah, yang mana membuatnya merasa sakit untuk waktu yang lama selama kehidupannya pada masa itu. Setelah hal ini terjadi dalam kehidupannya, dia mengakhiri kehidupannya sendiri. Dia dikuasai ketakutan dan berulang kali mengatakan seperti, "Saya takut pada pria. Mereka menyakiti saya. Saya tidak ingin mereka menyentuh saya. Saya lebih suka tinggal sendiri."

Indung telurnya adalah fokus dari luka-luka dan tragedi perkosaan ini. Melalui reinkarnasi, luka tersebut terbawa hingga kehidupan masa mendatang dalam bentuk karma tubuh dan muncul lagi selama kehamilannya di kehidupan sekarang. Kami sampai pada sebuah kesimpulan yang jelas yang signifikan dari satu kehidupan lalunya ketika dia gagal operasi kelahiran, setelah dia diingatkan kembali tentang kenangan yang ekstrem kejam. Dia segera menemukan bahwa di abad lalu, dia pernah sekali menjadi seorang wanita pirang di pusat barat wilayah Amerika. Dia mempunyai 6 anak. Penemuan ini membuat perasaannya lebih baik.

Namun, tidak semua trauma dari kehidupan lalunya hilang. Dia masih merasa sakit di payudaranya, yang pernah sekali sangat menyiksanya. Bayangan tentang pisau dan tangan-tangan yang berdarah seluruhnya muncul selama dihipnotis. Di belakang bayangan tersebut terdapat dua kenangan akan kejadian mengerikan tentang persembahan korban orang-orang hidup. Saya membesarkan hatinya untuk melakukan ingatan kedua yang lebih dalam dari masa lalu.

Dalam suatu memori, dia adalah seorang pria yang ditangkap dan dipenggal kepalanya. Memori yang lain mengingatkan kembali bahwa dia adalah seorang wanita berumur lima puluhan yang membuat persembahan korban untuk iblis --seperti upacara keagamaan selama abad pertengahan. Waktu itu, sangat jelas. Dia diperkosa dan setelah itu dipuntungkan. Sebuah pisau muncul kembali. Waktu ini kami temukan, jelas kelihatan, segala sesuatu tentang kematiannya yang mengerikan. Seluruh tubuhnya diiris dan payudaranya dipotong. Pengalaman ini adalah sebab adanya kista di payudaranya dan kesakitan di indung telurnya. Peristiwa dan kecelakaan operasi kelahiran dari memorinya yang dalam adalah sebab dari ketakutannya akan operasi.

Tidak selalu Jadi Korban

Apakah Elisa selalu menjadi seorang korban di kehidupan lampaunya? Kelihatannya tidak. Di kehidupan lampau berikutnya yang diingatkan kembali setelah bayangan yang sebelumnya penuh darah lewat. Dia menemukan dirinya adalah seorang prajurit di parit perlindungan selama perang dunia pertama. "Saya tidak akan melakukannya, saya tidak akan melakukannya." Prajurit itu mengeluh dengan duka cita. Dia berdiri di samping tubuh musuh yang muda yang penuh darah yang dia tikam perutnya dengan sebuah mata sangkur/bayonet. Walaupun dia kelihatannya telah membunuh banyak orang dengan bayonetnya, dia sangat terpukul di dalam hatinya akan perbuatannya waktu itu. Dia selamat dalam perang. Tetapi penyesalannya atas pembunuhan tak terlukiskan dan menyiksa dia untuk selamanya. Dia menderita radang sendi pada tangan, kaki dan pinggangnya.

Ketika ditanyai tentang kesakitan ini, Elisa, yang mendapat beberapa karakteristik pria, mengatakan dia membenci dirinya telah membunuh begitu banyak makhluk hidup dan pembunuhan itu merupakan sebab atas kesakitannya.

Momen ketika dia diingatkan kembali dirinya sebagai seorang prajurit yang menyaksikan musuhnya mati dengan luka yang sengsara di parit perlindungan selama perang dunia pertama adalah esktrem penting untuk Elisa. Kenyataannya, ingatan itu mengindikasikan berakhirnya kekejaman dalam reinkarnasi dari kehidupannya. Ini juga menjelaskan karma yang fatal yang menyebabkan kesengsaraan dan kesakitan di organ reproduksinya.

Sumber: Tabloid Era Baru No. 4 Tahun Ke-1

29 Juni 2008

Cao Bin: Pria Sejati Bersikap Rendah Hati

Seorang pria sejati, tidak dilihat dari kehebatannya. Ia cukup dengan bersikap rendah hati, pemaaf dan toleran terhadap orang lain. Sifat itulah yang dimiliki Jenderal Besar Cao Bin.

Cao Bin dilahirkan di Kabupaten Linshou yang dikenal sekarang sebagai Provinsi Hebei, Tiongkok. Ia merupakan salah seorang tokoh yang membantu mendirikan Dinasti Song Utara. Walaupun telah meraih banyak keberhasilan dan penghargaan, ia tidak pernah membanggakan prestasinya dan memperoleh rasa hormat yang mendalam dari rakyat.

Tahun ke-5 periode Xiande pada masa akhir Dinasti Zhou, Kaisar Shizong (Chai Rong) meminta Cao Bin untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke kerajaan Wuyue. Wuyue mencoba memberinya banyak hadiah pada berbagai kesempatan, tetapi Cao Bin selalu menolak. Saat perjalanan pulang, setelah naik ke kapal, Wuyue tanpa sepengetahuan Cao Bin meninggalkan sejumlah besar emas, perak dan berbagai permata di atas kapal sebagai hadiah untuknya.

Setelah kembali ke istana, Cao Bin menyerahkan seluruh harta tersebut kepada istana. Kaisar sangat tersentuh dengan sikapnya tersebut dan mengembalikan seluruh hadiah kepadanya. Cao Bin tidak ada pilihan kecuali menerima penghargaan kaisar. Setelah menerima hadiah dari kaisar, ia membagikan seluruhnya kepada kerabat dan kawan-kawannya.

Pada saat itu, Zhao Kuangyin (yang belakangan mendirikan Dinasti Song dan menjadi Kaisar Taizong) adalah seorang jenderal penting yang memimpin pasukan kerajaan. Banyak perwira mencoba mendekatinya, hanya Cao Bin yang tidak melakukan itu. Selain dalam tugas resmi, ia tidak pernah mengunjungi Zhao di rumahnya. Setelah Zhao Kuangyin menjadi kaisar, ia pernah sekali bertanya kepada Cao, “Pada masa lalu, saya selalu ingin mengenal Anda lebih dekat. Mengapa Anda selalu dengan sengaja menjaga jarak dan menghindar dari saya?” Cao Bin menjawab, “Saya cukup dekat dengan mantan Kaisar Zhou dan juga seorang pejabat di istananya. Saya memusatkan perhatian untuk memenuhi kewajiban dan tidak ingin membuat kesalahan. Bagaimana saya berani berteman dengan Yang Mulia?” Karena jawabannya yang jujur kaisar menjadi lebih memandangnya.

Tahun kedua periode Jianlong, Cao Bin mengabdi sebagai kanselir Liu Guangyi, ketika Liu memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan di Shu (Provinsi Sichuan sekarang). Setelah pemberontakan dipadamkan, semua perwira tinggi dari tentara Song pulang ke rumah dengan perempuan cantik, giok, sutra dan berbagai barang berharga lainnya. Cao Bin hanya membawa pulang pakaian dan buku-bukunya. Kaisar Taizong menyadari jasanya yang besar dalam memadamkan pemberontakan tersebut, dan mengangkatnya menjadi gubernur Yicheng. Cao Bin mencoba menolak promosi tersebut beberapa kali. Kaisar akhirnya berkata, “Anda telah berjasa besar dan juga tidak pernah mencoba memamerkan diri. Adalah wajar bagi sebuah negara untuk memberikan penghargaan kepada yang baik dan menghukum yang buruk. Anda jangan menolaknya lagi.”

Setelah Dinasti Song didirikan, penguasa terakhir dari Dinasti Tang yang sebelumnya melarikan diri ke Jilin (Kota Nanjing sekarang) dan membangun Dinasti Tang Selatan. Cao Bin diminta oleh Kaisar Taizong dari Dinasti Song untuk menaklukkan Dinasti Tang Selatan. Ketika tentara Song mempersiapkan pengepungan dan penyerangan ke Kota Jilin, Cao Bin khawatir tentaranya akan melukai warga tidak berdosa yang tinggal di kota tersebut. Sehingga ia berpura-pura sakit dan meminta tentaranya untuk membakarkan dupa berdoa demi kesembuhannya dan membuat janji untuk tidak melukai satu orang pun yang tidak berdosa ketika melakukan pengepungan. Setelah tentara Song berhasil melakukan pengepungan, mereka memperlakukan warga biasa di Jilin dengan baik dan disambut hangat oleh rakyat di sana. Setelah penguasa Dinasti Tang Selatan dipaksa menyerah, Cao Bin menghibur pejabat-pejabat dan penguasa ini dengan kata-kata ramah dan memperlakukan mereka sebagai tamu terhormat.

Setelah Cao Bin dengan sukses menyelesaikan misi dan kembali ke Istana Song, dalam laporannya kepada kaisar, ia sekali lagi tidak mencoba untuk membanggakan diri sama sekali. Ia hanya menulis, “Saya telah menyelesaikan tugas yang kaisar titahkan kepada saya di selatan.”

Sebelum Cao Bin memimpin tentara ke selatan, kaisar pernah berkata, bahwa beliau akan mengangkatnya menjadi perdana menteri bila Cao berhasil menaklukkan Dinasti Tang Selatan. Karena itu setelah wakilnya, Pan Renmei segera memberi selamat kepada Cao karena akan menjadi perdana menteri yang akan datang. Cao Bin tertawa lembut dan berkata, “Bukanlah demikian. Saya hanyalah memenuhi kewajiban. Kita dapat meraih kemenangan hanya karena karunia langit dan strategi militer yang istana telah kembangkan sebelumnya. Jasa apa yang telah saya buat? Saya bahkan tidak pantas memperoleh jabatan itu.”

Walaupun Cao Bin memegang jabatan tinggi, ia sama sekali tidaklah kaya. Ia memberikan sisa gajinya kepada saudara-saudaranya. Buku Rekor Dinasti Song menggambarkannya sebagai berikut, “Setelah memadamkan pemberontakan dua negeri (Shu dan Tang Selatan), ia tidak mengambil satu sen pun. Ia seorang jenderal dan perdana menteri, tetapi tidak pernah berpikir ia seorang yang istimewa karena jabatannya”. Ketika mengabdi pada istana kerajaan, ia tidak pernah melawan kehendak kaisar, juga tidak pernah membahas kekurangan orang lain. Ketika di perjalanan, ia selalu memerintahkan juru mudinya untuk menjalankan keretanya di tepi jalan dan membiarkan kereta perwira lainnya berlalu lebih dahulu, bahkan bila pejabat tersebut berpangkat jauh lebih rendah darinya. Ia tidak pernah memanggil bawahannya langsung dengan nama untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada mereka. Bila bawahannya menghadap untuk melapor, ia selalu mengenakan pakaian dan topinya dengan cermat sebelum menemui mereka.

Ia memperlakukan bawahannya dengan toleransi yang besar, pertama-tama selalu memposisikan dirinya dalam situasi mereka. Ketika ia menjadi pejabat di Xuzhou, satu dari bawahannya membuat kesalahan dan hukuman cambuk beberapa kali dijatuhkan kepadanya. Tetapi Cao memerintahkan untuk menunda hukuman selama setahun. Rakyat tidak mengerti, mengapa ia lakukan hal itu. Cao menjelaskan, “Saya mendengar pejabat ini baru menikah. Bila saya langsung menghukumnya, orang tuanya akan berpikir, bahwa istri barunya membawa sial kepadanya dan karenanya akan mencaci dan memukulinya setiap siang dan malam, membuatnya sulit bertahan hidup. Pejabat masih akan dihukum untuk kesalahannya. Tetapi penundaan tidaklah bertentangan dengan hukum.”

Dalam Buku Sikap (Li Ji) dikatakan, “Seorang pria sejati tidak membesar-besarkan maupun membanggakan prestasinya. Ia hanya menceritakan fakta-fakta apa adanya”. Dikatakan lagi, “Seseorang seharusnya memuji perbuatan baik dan prestasi orang lain, menghargai dan memperlakukan mereka dengan hormat”. Juga dikatakan, “Karenanya, walaupun seorang pria sejati bersikap rendah hati, orang-orang dengan sendirinya akan menghormatinya”.

Ada sebuah pepatah Tionghoa, “Langit di atas tidak berkata ia tinggi, namun ia memang tinggi. Tanah di bawah tidak berkata ia menjurus ke dalam, namun ia memang menjurus ke dalam”. Banyak orang sangat congkak. Mereka suka membanggakan diri dan selalu khawatir orang lain tidak mengetahui betapa cakapnya mereka. Sesungguhnya mereka sama sekali tidak cakap. Orang yang sungguh berpengetahuan dan bersikap tidak pernah mencoba menunjukkan dirinya. Bila seseorang sungguh cakap, orang lain akan mengenali dengan sendirinya tanpa orang tersebut berkata sesuatu. Orang Tionghoa berkata, “Bunga Plum selalu berdiam diri. Namun orang-orang terpesona dengan keindahannya. Begitu banyak orang membelokkan langkah kaki, mendekat untuk memandangnya”.

Cao Bin bukan saja berbakat, tetapi juga memiliki banyak budi jasa. Ia seorang pria sejati yang bersikap rendah hati, pemaaf dan toleran terhadap orang lain. Pada saat ia wafat, Kaisar Zhenzong dari Dinasti Song sangatlah sedih dan menangis. Setiap kali beliau bicara tentang Cao dengan para pejabatnya, kaisar menjadi terisak-isak. Setelah kematiannya, kaisar memberikan Cao gelar bangsawan Adipati Jiyang. Ia dan Perdana Menteri Zhao Pu keduanya memperoleh tempat terhormat di Kuil Kaisar Taizong. Ia secara luas juga dianggap sebagai seorang jenderal besar.


Chinese: http://www.minghui.org/mh/articles/2005/11/15/114114.html

English: http://www.pureinsight.org/pi/articles/2005/12/26/3617.html