02 Juli 2008

Belenggu Nafsu Manusia

Ada seorang Taois yang menempa diri menahan nafsu, bersiap-siap meninggalkan desa tempat tinggalnya, pergi ke gunung yang tidak berpenghuni untuk mengasingkan diri berkultivasi. Dia hanya membawa sepotong kain sebagai pakaian, lalu sendirian pergi ke gunung dan menetap di sana. Kemudian terlintas dalam benaknya saat ia ingin mencuci pakaiannya, dia perlu sepotong kain lain sebagai pengganti, lalu dia turun gunung menuju desa, dan minta sedekah sepotong kain sebagai pakaian pengganti kepada orang-orang desa, semua orang desa mengetahui dia adalah seorang Taois yang jujur dan taat, lalu tanpa ragu-ragu memberikannya sepotong kain.

Ketika Taois ini kembali ke gunung, dia menyadari bahwa di dalam pondok yang ditempatinya ada seekor tikus, sering kali saat dia sedang meditasi datang menggerogoti pakaiannya yang disiapkan sebagai pengganti itu, sejak dulu dia telah bersumpah seumur hidup akan menaati disiplin, pantang membunuh makhluk hidup, oleh karenanya dia tidak mau melukai tikus itu, namun dia tidak mempunyai cara untuk mengusir sang tikus, maka dia kembali ke desa, meminta seekor kucing pada warga desa untuk dipelihara.


Setelah mendapatkan kucing, dia lalu teringat: Harus makan apa kucing itu? “Aku sama sekali tidak menginginkan kucing memakan tikus, namun tidak mungkin sama sepertiku hanya makan buah dan tumbuhan liar
kan!” Lantas dia kembali meminta seekor sapi perah pada warga desa, dengan demikian kucing itu dapat menyandarkan hidupnya pada air susu sapi itu.

Akan tetapi, setelah beberapa waktu tinggal di gunung, dia menyadari bahwa setiap hari harus membuang banyak waktu untuk merawat dan memberi makan rumput pada sapi betina itu, dia lalu kembali lagi ke desa, menemukan seorang gelandangan miskin, kemudian membawa gelandangan yang tidak mempunyai tempat tinggal ini ke gunung, memberinya tugas merawat sapi perah.


Setelah gelandangan ini tinggal beberapa waktu di gunung, dia berkeluh kesah pada Taois: “Saya dan Anda tidak sama, saya membutuhkan seorang istri, saya ingin kehidupan keluarga yang normal.” Taois merenungi ada benarnya juga yang dikatakannya, dia tidak boleh memaksa orang lain harus sama seperti dirinya, melewati hidup menempa diri menahan nafsu.


Demikianlah kisah ini terus berkembang, dan Anda mungkin telah mengetahuinya, yang mana pada akhirnya, mungkin setelah setengah tahun kemudian, segenap warga desa semuanya telah pindah ke gunung. Ini sebenarnya kisah yang persis terjadi pada kita setiap orang. Nafsu atau keinginan itu seperti sebuah rantai, saling bertautan, selamanya tidak dapat mencukupi. Namun yang benar-benar menyedihkan adalah: Manusia yang tidak menemukan dalihnya sama sekali tidak cemas pada nafsu sendiri.

Sumber: Mingxin.net