26 Oktober 2008

Kerendahan Hati Seorang Presiden

Dalam proses mengalami penghinaan, kemuliaan agung yang diperlihatkan mantan Presiden AS Abraham Lincoln, membuat banyak orang kian menghormati sang presiden besar yang berasal dari rakyat biasa ini.


Dahulu, Komandan Angkatan Darat AS, Standond sangat memandang rendah Lincoln, ia mengatakan, “Saya tidak sudi bersama dengan si bodoh dungu, dan siamang itu sebagai teman. Orang-orang mengapa harus ke Afrika mencari gorila, bukankah yang sekarang duduk di Gedung Putih dan sedang menggaruk kepala itu adalah gorila?”


Lincoln mengetahui semua ini, ia tidak marah, dan mengatakan, “Saya memutuskan mengorbankan sebagian harga diri, menempatkan Standond menjabat sebagai Komandan Angkatan Darat. Karena ia setia kepada negara, penuh kekuatan dan pengetahuan, seperti mesin bekerja tiada henti.” Oleh karena Standond secara mutlak setia kepada negara, penuh semangat, meskipun mencaci maki dirinya, Lincoln memutuskan mempromosikannya sebagai Komandan Angkatan Darat.


Setelah diangkat sebagai komandan, cacian Standond terhadap Lincoln tidak juga hilang. Suatu ketika, seorang anggota parlemen membawa perintah Lincoln dan memberinya petunjuk, Standond tiba-tiba menjadi murka: “Seandainya Presiden memberimu perintah seperti ini, maka ia adalah seorang yang bodoh!” Lincoln tersenyum setelah mendengar laporan anggota parlemen dan mengatakan, “Seandainya ia menganggap bahwa saya adalah seorang yang bodoh, maka saya memang orang yang bodoh. Sebab, hampir segalanya ia selalu benar.” Pada akhirnya, ucapannya itu menggugah hati Standond, dan menemui Lioncoln untuk menyatakan maaf sedalam-dalamnya.


Masih ada cerita lain. Di depan Markas Besar Satuan Angkatan Darat AS, Lincoln bertemu dengan seorang pemuda dan bertanya kepadanya sedang mengapa, ia mengatakan: “Saya berperang di garis depan dan terluka, ke sini untuk mengambil perbekalan tentara, tidak ada yang peduli pada saya, Lincoln yang dipelihara palacur jahanam itu juga tidak peduli lagi pada saya. Setelah Lincoln melihat surat keterangan pemuda tersebut, dengan ramah mengatakan: “Saya seorang pengacara, Anda datanglah ke kamar 308, Tuan Anthony akan membantumu.”


Ada cerita lagi, suatu ketika Lincoln dan anaknya mengendarai mobil, di perjalanan mereka bertemu dengan serombongan pasukan yang sedang lewat. Lincoln ingin tahu, mereka itu korps tentara dari kesatuan mana, dan hendak ke mana. Ia lalu bertanya pada seorang pejalan kaki yang sedang lewat: “Apa itu?” Orang itu heran, sampai-sampai pasukan tentara juga ia tidak tahu, lalu dengan kasar berkata: “Itu adalah pasukan tentara, kau benar-benar seorang tolol yang jahanam.” Lincoln segera berkata kepadanya: “Terima kasih!” Setelah naik mobil dan mengunci pintu, Lincoln lalu berkata kepada anaknya: “Ada orang yang berkata jujur di hadapanmu, ini merupakan suatu keberuntungan. Saya memang benar-benar seorang tolol yang jahanam.”


Sumber: Tabloid Era Baru No. 12 Tahun Ke-1

19 Oktober 2008

Pengorbanan Pasti Ada Balasannya

Dani adalah seorang pemuda yang sangat ramah, ia juga ringan tangan dalam arti suka menolong orang lain yang sedang kesusahan, baik diminta maupun tidak. Tidak peduli masalah besar atau kecil, selama orang lain membutuhkan, ia pasti akan membantu sepenuh hati.


Suatu ketika, Dani pergi ke sebuah perusahaan untuk melamar pekerjaan, saat menunggu interview di kantor itu, kebetulan melihat seorang pekerja pada perusahaan tersebut sedang memindahkan setumpuk dokumen ke tempat lain, dikarenakan nalurinya yang merasa senang membantu orang, Dani segera berdiri membantunya membukakan pintu, pekerja itu merasa sangat berterima kasih dan tersenyum kepada Dani, menyatakan terima kasih.


Ternyata hasil dari interview menunjukkan Dani tidak diterima karena tinggi badannya tidak mencukupi. Sudah pasti dari wajahnya ia terlihat kecewa, ketika akan pergi meninggalkan kantor tersebut, pekerja tadi yang memindahkan dokumen memanggilnya, setelah menanyakan keadaan yang sebenarnya, menyuruhnya menunggu sebentar, kemudian ia berjalan menuju ke ruang direktur.


Tidak lama kemudian, pekerja itu keluar dari ruang direktur, dan dengan wajah berseri berkata kepada Dani: “Anda dipanggil direktur.” Dani merasa bingung, tidak tahu rencana apa yang tersembunyi di dalam benak orang ini. Direktur memberi salam pada Dani dengan sangat antusias dan berkata: “Selamat, setelah melalui pertimbangan kembali, kami memutuskan menerimamu!”


Belakangan, Dani baru tahu, pekerja itu adalah sekretaris direktur, waktu itu sedang menuju ke ruang arsip memindahkan dokumen, namun keluar-masuk beberapa kali, puluhan pelamar yang sedang menunggu di tempat itu, semuanya hanya memandangnya membuka dan menutup pintu dengan sukarnya, sampai-sampai tidak ada yang berinisiatif untuk bangkit berdiri membantunya. Hanya Dani yang datangnya paling akhir melihat keadaan yang demikian segera membantunya. Maka, begitu sekretaris melaporkan kepada direktur keadaan yang sebenarnya, direktur dengan cepat merasa sangat terkesan.


Sekarang ini merupakan sebuah zaman yang berdasarkan kemampuan dan persyaratan ketat untuk meraih sesuap nasi, namun ketekunan, budi pekerti yang baik untuk membantu orang lain dengan senang hati semuanya tidak boleh diabaikan sampai kapan pun. Di luar dugaan, dalam hal ini Dani telah melakukan sebuah pekerjaan yang baik, telah membuktikan pepatah: “Tidak boleh menganggap remeh hal yang sepele, pengorbanan pasti ada hikmahnya).” Sebuah hal, mungkin karena membantu tanpa disengaja, mungkin hanya karena jasa bantuan, namun siapa tahu dapat memberi Anda sebuah keberuntungan hidup.

Sumber: Mingxin.net

15 Oktober 2008

Sebuah Harga

Seorang penceramah terkenal dalam suatu pertemuan yang dihadiri 200 orang mengeluarkan selembar uang kertas senilai US$ 20. Lalu ia berkata dihadapan para hadirin, “Siapakah yang menginginkan uang US$ 20 ini?” Segera beberapa orang dengan cepat mengacungkan tangannya. Penceramah melihat-lihat, lalu tersenyum. “Aku akan memberikan uang ini pada satu orang di antara kalian. Namun sebelum ini, aku ingin berbuat demikian.” Sambil berkata lalu uang kertas itu diremasnya.

Kemudian bertanya lagi, “Siapa yang masih menginginkan uang kertas ini?” Tetap saja ada yang mengacungkan tangannya. “Bagus sekali,” penceramah ini kemudian berkata lagi, “Kalau begitu seandainya aku berbuat demikian.” Sambil berkata lalu melemparkan uang kertasnya di atas lantai, kemudian menginjaknya dengan sepatu, lantas dipungutnya kembali dan berkata, ”Sekarang uang ini menjadi kumal dan kotor. Apakah masih ada yang menginginkannya?” Tetap saja ada beberapa orang yang mengacungkan tangannya.

“Para hadirin, saya pikir kita telah mempelajari sebuah pelajaran yang sangat berharga. Biar apa pun telah kulakukan terhadap uang ini, namun kalian tetap saja masih menginginkan. Penyebabnya karena tidak merusak nilainya, ia tetap bernilai US$ 20,” kata penceramah tadi.

Di dalam kehidupan kita, banyak sekali masalah, terkadang kita jatuh, dirugikan, membuat patah semangat. Saat semua keadaan ini terjadi, selalu saja membuat kita merasa serba salah. Namun biar apa pun yang telah terjadi atau akan terjadi sesuatu, kita tidak akan kehilangan harga diri.

Kita masih tetap diri semula, semakin banyak tempaan, hanya bisa membuat kita semakin berkembang matang dan kuat. Seperti emas dilapisi debu dan meskipun melalui lebih banyak waktu ditiup angin diterpa hujan. Juga tidak akan merusak nilai semula. Asalkan kita yakin demikian, dan mematut diri dengan berbuat baik dan sabar. Dan ini harus dicamkan, jangan biarkan kekecewaan kemarin membuat impian esok menjadi suram!

Sumber: Tabloid Era Baru, Tahun Ke-1 No. 17

05 Oktober 2008

Hati Mengandung Niat Baik

Apa yang paling berharga di dunia manusia. Kebaikan. Kebaikan adalah mutiara yang langka dalam sejarah, Orang yang baik hampir lebih istimewa daripada orang yang hebat. Orang yang hatinya mengandung maksud baik, selalu menyebarkan cahaya matahari serta hujan dan embun pagi, mengobati hati nurani semua orang dan luka pada badan. Berhubungan dengan orang yang baik, kearifan memperoleh pencerahan, hati nurani menjadi luhur, pikiran semakin bertambah lapang.


Ketika saya sekolah di SLTP, beruntung mengenal seorang guru yang baik. Dalam “kediktatoran menyeluruh” di masa itu, satu hal yang paling saya takuti di usia saya yang ke-14 adalah “mengisi formulir.” Menghadapi kolom “asal keluarga,” saya selalu gugup dan jantung berdebar, bukan main malunya, layaknya seperti pencuri yang menundukkan kepala, menulis dua kata “golongan kanan” dengan tulisan yang kecilnya bagaikan semut.


Suatu ketika, seorang siswa di kursi sebelah sengaja berteriak nyaring mengatakan: “Kolom yang ini, kenapa kamu menulisnya begitu kecil.” Guru menghampiri kami, mengambil formulir saya melihat sejenak, dan dengan tenang mengatakan: “Tulisan yang sangat rapi, jangan peduli padanya.” Saya duduk kembali, mengucek air mata terima kasih, dalam hati perlahan mengatakan: “Guru benar-benar baik.”


Sebenarnya, pada masa itu keburukan pertentangan kelas sosial sudah menjadi kebiasaan. Kebaikan di dunia manusia nyaris hilang, mengapa persahabatan, cinta terguncang-guncang dijebol oleh arus balik gelombang yang jahat. Pada masa remaja saya juga pernah membenci ayah sendiri tanpa sebab. Demi untuk dapat bersekolah ke tingkat yang lebih tinggi, di bawah godaan untuk “memperlihatkan kembali,” di luar dugaan saya menulis sepucuk surat yang menyingkap perkataan dan tindakan kontra-revolusi ayah, dan menyerahkannya pada guru kami. Seumur hidup saya tidak akan lupa pada hari itu, yang mana setelah belajar sendiri, guru sekolah mengundangku untuk berbincang-bincang di bawah pohon poplar.


Guru mengatakan, “Setiap orang mempunyai dua sanubari yakni singa yang baik dan singa jahat yang memperebutkan makanan. Jika singa jahat telah menelan sanubari, maka seumur hidup tidak akan tertolong lagi. Nak, kamu harus berpikir matang, di saat apa pun harus mengandung maksud baik, jangan melakukan hal yang akan membuat sesal sendiri seumur hidup.” Guruku mengembalikan surat itu sambil membelai kepalaku dan mengatakan: “Bahasa yang digunakan dalam surat ini merupakan bahasa yang telah dipersiapkan orang lain untukmu, bukan kata-katamu sendiri, kesalahanmu adalah karena ketidaktahuan, bukan munafik.”


Tiga puluh tahun hanya sekilas dalam selentingan jari, dan kini setiap saya melangkah ke samping ayah, sang profesor universitas, yang dituduh pengkhianat oleh pemerintah setempat, di mana ketika mendengarkan wejangan, merasakan cinta kasih ayah, saya lalu teringat akan guru saya yang baik itu, adalah sebuah hatinya yang mengarah pada kebaikan itu, telah menyelamatkan hati nurani saya, baik adalah mentari dalam dunia rohani.


Sumber: Tabloid Era Baru, Tahun Ke-1 No. 19