30 Januari 2009

Jangan Sampai Dihantui oleh Diri Sendiri

Ada seorang pemuda, yang putus asa karena terpukul oleh kegagalan yang dialaminya, datang untuk menemui saya. Dengan penuh kekalutan dia menceritakan kepada saya, bahwa dia merasa telah bosan dan letih dengan kehidupan ini, dia ingin segera mengakhiri hidupnya. Saya tidak terkejut mendengar penuturan itu, juga tidak menyalahkan dirinya, justru sebaliknya dengan perasaan tenang saya balik bertanya kepada pemuda ini, apakah tidak ada pilihan lain lagi. Dia menjawab, tidak ada, semua teman dan keluarga saya menganggap remeh diri saya, pandangan orang-orang di sekitar saya memancarkan sorot mata menghina, bahkan saya merasa pohon-pohon di sepanjang jalan pun memandang saya dengan dingin.


Pemuda itu duduk di dalam ruang kerja saya. Saat ini di dunia ini serasa hanya ada kami berdua saja. Pohon willow putih yang rindang di luar jendela mengeluarkan suara-suara gesekan dedaunan akibat hembusan angin. Dengan rona tanpa ekspresi saya melemparkan pandangan keluar jendela. Mengiringi pandangan mata saya, pemuda itu pun melihat pemandangan di luar itu. Lama setelah itu, saya bertanya lagi padanya, Anda merasa hutan di luar itu sangat menyeramkan? Atau Anda merasa suara dedaunan di luar sana penuh dengan aura kebencian? Dengan sangat bimbang dia memandang saya, tidak mengerti dengan apa yang saya maksud. Selanjutnya saya berikan satu karangan prosa yang tadi baru saja saya selesaikan agar dibacanya. Karangan prosa ini menuliskan tentang pemandangan hutan dari jendela ruang kerja saya ini. Saya bertanya padanya, apakah Anda sama sekali tidak sependapat? Sepertinya ada sesuatu yang mulai dia pahami. Ia berkata, sebidang hutan yang sama, mengapa justru menjadi sedemikian indahnya di bawah goresan pena Anda, sementara saya justru merasa mereka tidak ada bedanya dengan hutan-hutan lain?


Saya berkata, inilah makna dunia ini yang sesungguhnya. Yang Anda lihat hari ini di sini adalah sebait kisah yang saya tulis dari hutan ini, saya sarankan agar besok bertamulah Anda ke pelukis yang menetap di rumah sebelah, di tempatnya Anda akan dapat melihat hutan ini menjadi sebuah lukisan yang sangat indah. Pemuda itu sepertinya telah menyadari sesuatu, ekspresi wajahnya yang suram ketika datang tadi kini telah berubah menjadi santai dan ceria.


Ketika itu, ada suara-suara sapuan dari lantai satu. Saya tahu itu adalah suara cleaning service yang sedang menyapu jalanan di bawah. Saya katakan padanya, tukang sapu itu setiap hari membersihkan hutan di bawah sana, tahukah Anda bagaimana cara pandangnya terhadap hutan ini? Yang dia lihat adalah setiap hari berapa helai daun yang rontok dari pohon ini, pohon mana yang akan segera mati, di mana perlu ditanam lagi sebatang pohon. Pemuda itu mendadak sadar. Ia berkata, saya sudah mengerti, hutan ini takkan pernah berubah, hutan ini akan selalu sama saja terhadap orang lain, semuanya tergantung pada pandangan orang terhadap hutan ini sendiri.


Jiwa pemuda itu pun sepenuhnya telah santai. Saya beritahu dia, kenyataannya, teman dan keluarga Anda masih tetap teman dan keluarga Anda, mereka bahkan masih belum mengetahui kejadian yang telah Anda alami, semua itu adalah anggapan Anda sendiri bahwa mereka akan berpandangan seperti itu. Pohon di sepanjang jalan di hutan ini lebih tidak bersalah lagi, mereka tetap seperti dulu sejak tumbuh besar di sini. Dan udara di sini, apakah masih Anda rasa menyesakkan dada?


Pemuda itu pergi setelah melepaskan beban berat itu, saya percaya dia telah menemukan kembali kemudi perahu kehidupannya.


Dunia kita ini sesungguhnya tidak serumit itu, hanya saja kita sendiri yang selalu menjadikannya sangat rumit. Mungkin lawan Anda sama sekali tidak ada niat tidak baik terhadap Anda, hanya saja Anda sendirilah yang telah menganggapnya seperti itu. Keadaan kita ini, sesungguhnya tidak ada sesuatu apa pun yang pantas untuk dikhawatirkan, kita sendirilah yang selalu menghantui diri kita sendiri.


Sumber: The Epochtimes

15 Januari 2009

Maafkan Orang yang Melukai Kita

Tahun lalu, saya pernah melihat sepucuk surat di Universitas Iowa, AS, dokumen salinan surat itu sudah lama tersimpan di rumah wakil kepala seminarium yang pernah bekerja di universitas tersebut, dan itu adalah sepucuk surat yang sulit untuk dipahami oleh kita, bangsa China. Wakil kepala seminarium itu namanya Ane Kararoy, ia adalah salah satu wanita yang paling berpengaruh di Universitas Iowa tersebut.


Dahulu, ayahnya pernah mengarungi lautan dan samudera pergi ke China menyebarkan agama, Ane menjadi orang Amerika yang lahir di Shanghai, China, karena itu terhadap orang China ia memiliki perasaan yang istimewa. Ia belum menikah seumur hidupnya, dalam memperlakukan mahasiswa China sama seperti memperlakukan anak sendiri, dengan amat seksama memberi perhatian dan kasih sayang pada mereka. Setiap tahun pada saat hari Natal selalu mengundang mahasiswa China berkunjung ke rumahnya sebagai tamu.


Tak terduga, peristiwa yang malang terjadi pada tanggal 1 Nopember 1991, dan itu adalah peristiwa tragis yang menggemparkan dunia di satu tempat. Seorang mahasiswa China yang bernama Lu Gang, yang ketika itu ia baru memperoleh gelar doktor fisika antariksa dari Universitas Iowa, menembak mati tiga profesor universitas tersebut, seorang mahasiswa yang juga memperoleh gelar doktor di saat yang sama dengannya yaitu Shan Lin Hua, dan wakil kepala seminarium universitas tersebut Ane Kararoy juga jatuh dalam genangan darah dan air mata.


Pada tanggal 4 Nopember 1991, sebanyak 28.000 mahasiswa dan dosen pengajar Universitas Iowa seluruhnya menghentikan kegiatan belajar-mengajar satu hari, untuk mengadakan upacara pemakaman Ane Kararoy dan perkabungan. Ketika sahabat karib Ane Kararoy yakni pendeta Theo Paul mengenangkan kembali sepanjang kehidupan Ane Kararoy mengatakan: “Seandainya hari ini merupakan hari selubungan dendam dan amarah kita, maka Ane Kararoy adalah orang pertama yang menyalahkan kita.”


Pada hari itu, tiga saudara Ane Kararoy mengadakan konferensi pers, mereka menyumbangkan sejumlah dana atas nama Ane Kararoy, mengumumkan membentuk sebuah yayasan beasiswa internasional Dr. Ane Kararoy, guna menghibur dan mempercepat kesehatan mental mahasiswa luar negeri, mengurangi terjadinya tragedi manusia.


Saudara-saudara Ane Kararoy yang masih dalam suasana pedih tak terkira, dan dengan kasih sayang yang sangat besar membacakan sepucuk surat yang diperuntukkan pada keluarga Lu Gang. Dan inilah surat yang saya temui di dalam kamarnya: Surat dari keluarga Ane Kararoy yang diperuntukkan pada keluarga Lu Gang:


4 Nopember 1991


Teruntuk Lu Gang tersayang,


Kami telah mengalami kepedihan yang tiba-tiba terjadi, kami telah kehilangan dirinya di saat yang paling cemerlang dalam sepanjang hidup kakak. Kami merasa sangat bangga pada kakak, ia mempunyai daya pengaruh yang sangat besar, mendapat rasa hormat dan cinta dari setiap orang yang berhubungan dengannya -- keluarganya, tetangga, rekan-rekan dari kalangan akademis serta mahasiswa dan kerabatnya yang tersebar di setiap negara.


Kami sekeluarga dari tempat yang sangat jauh tiba di tempat ini, bukan saja merasakan kepedihan bersama dengan sejumlah besar teman-teman kakak, namun juga selalu menikmati semua kenangan manis dan indah bersama kakak saat ia masih berada di dunia.


Ketika kami saling berkumpul bersama dalam kesedihan dan kenangan, kami juga teringat akan segenap keluarga Anda, dan memanjatkan doa untuk kalian. Karena Sabtu pekan ini kalian pasti merasa sangat pedih dan terkejut.


Ane Kararoy paling yakin akan cinta kasih dan toleransi. Kami menulis surat ini di saat kepedihan kalian, dan maksudnya tiada lain adalah ingin berbagi bersama kepedihan kalian, juga berharap kalian dan kami bersama-sama memanjatkan doa agar saling mencintai. Di saat-saat kepedihan ini, Ane Kararoy berharap hati dan pikiran kita semua agar dipenuhi dengan rasa simpati, toleransi dan cinta kasih. Kita tahu, bahwa di saat demikian yang lebih merasa pedih dibanding kami, hanya sekeluarga kalian saja. Dan harap kalian maklum, bahwasannya kami bersedia menanggung kepedihan ini bersama dengan kalian. Dengan demikian, kita bisa bersama-sama mendapatkan hiburan dan dukungan dari hal tersebut. Dan Ane Kararoy juga akan berharap demikian.


Saudara-saudara Ane Kararoy yang tulus

Frank/Michael/ Paul Kararoy”


Selesai membaca isi surat ini, linangan air mata telah membuat buram sepasang mata saya, dan perasaan hati saya diliputi oleh rasa terima kasih secara mendalam. Saya berharap, semoga semua teman serumpun China yang pernah membaca isi surat ini bisa merasakan perasaan ini bersama dengan saya, belajar isi hati yang agung dan luhur ini.


Sumber: The Epoch Times

04 Januari 2009

Orang yang Ulet Pasti Berhasil

Di sebuah kampus universitas di Amerika, ada dua mahasiswa bersahabat, satunya bernama Frank, satunya lagi bernama Paul. Sejak semester dua, Paul yang miskin hampir tak bisa tidak harus bergantung pinjaman pada sesama teman sekampusnya untuk hidup. Saat tamat, Paul yang berutang sebanyak US$ 1.200 pergi tanpa pamit, dan sejak itu menghilang begitu saja. Orang yang memberi pinjaman susul-menyusul meminta Frank agar jika sempat memberi tahu pada Paul, bahwa mereka akan memperkarakannya ke pengadilan.

Frank berusaha meyakinkan teman-teman sekampus yang marah, ia mengatakan bahwa berdasarkan pemahaman dirinya terhadap Paul, meskipun ia sangat miskin, namun dia belum pernah ditaklukkan oleh kemiskinan dan kesulitannya. Dia memiliki keuletan yang kuat, dan orang yang ulet pasti akan berhasil. Ia meminta kepada teman-teman itu untuk bersabar beberapa waktu.

Dengan mengandalkan kepribadian dan wibawa serta kecakapan Frank yang luar biasa, masalah pengaduan ke pengadilan untuk sementara tidak dipersoalkan, waktu terus bergulir dan 10 tahun sudah berlalu.

Sepuluh tahun kemudian, dalam suatu reuni mahasiswa yang dipimpin oleh Frank, ada seorang yang kurus datang tergesa-gesa dalam perjalanannya, dan begitu dilihat secara seksama, ternyata adalah Paul. Dari balik dadanya, Paul mengambil secarik kertas yang dilipat-lipat, dan memberitahu pada teman-temannya yang hadir di sana, “Hari ini saya datang untuk membayar utang, setiap sen uang pinjaman tercatat secara terperinci di atas kertas ini.…”

Pada saat itu, semua orang baru tahu ternyata Paul menghilang bukan karena menghindari tagihan utang, dia sama sekali tidak pulang ke rumah. Setelah gagal mencari pekerjaan di mana-mana, dia naik sebuah kapal barang samudera dan bekerja sebagai pekerja kasar, dia telah berlayar di mana-mana mengikuti kapal barang tersebut. Terakhir, ia beralih ke Swiss, dan setelah mendarat, mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai guru SD, dan dengan honor yang kecil telah cukup mengumpulkan uangnya waktu itu.

Setelah mendengar cerita Paul, balai pertemuan menjadi hening, sampai Frank menghampiri dan dengan hangat memeluk Paul, semua orang terharu. Selanjutnya, dalam sebuah memoar, Frank menceritakan kisah tersebut. Frank merupakan sebutan akrab teman-teman sekampusnya, namanya yang sebenarnya adalah Franklin Roosevelt, Presiden Amerika Serikat ke-32. Dialah orang yang bangkit kembali setelah mengalami kegagalan, seorang yang mengatakan bahwa “Orang yang teguh dan ulet pasti berhasil” dan bahkan dirinya sendiri yang telah membuktikan kata-kata itu.


Sumber: Tabloid Era Baru, No. 04 Tahun Ke-2