12 Agustus 2008

Jangan Percaya Pujian

Pada masa feodalisme di Tiongkok, 17 tahun setelah kematian Yanzi, suatu hari Qijinggong minum bersama dengan para pejabat seniornya. Ia memanah, tetapi anak panah tidak mengenai sasaran. Walaupun demikian, semua pejabat senior memujinya, semua senada seperti paduan suara. Qijinggong menghela nafas dalam-dalam dan melempar panahnya.

Xianzhang masuk. Qijinggong berkata padanya, “Xianzhang, sejak kita kehilangan Yanzi 17 tahun yang lalu, tidak ada yang menunjukkan kekurangan dan kesalahan saya. Hari ini anak panah tidak mengenai sasaran, tetapi semua pejabat senior memuji.” Xianzhang menjawab, “Para pejabat senior tidak memiliki keberanian untuk menegur anda. Saya mendengar pribahasa, ‘Para menteri suka mengenakan pakaian yang raja kenakan dan memakan apa yang raja makan.’ Apakah Yang Mulia suka mendengar kata-kata pujian?”

Qijinggong harus mengakui ia suka dipuji. Hampir bersamaan, seorang nelayan membawakan ikan. Qijinggong ingin menghadiahkan 50 kotak berisi ikan untuk Xianzhang, tetapi dia menolaknya.

Mendengarkan pujian dapat mengaburkan pandangan seseorang, membuat mereka tidak dapat membedakan benar atau salah. Menimbulkan rasa puas diri dan sombong serta menganggap dirinya benar. Juga membuat orang tidak mampu membedakan kebaikan dan kejahatan. Karenanya, raja yang bijaksana seharusnya tidak percaya pujian orang lain. Melihat sekilas sejarah, orang-orang yang menaklukkan berbagai negara dan kemudian kehilangan nyawanya, kebanyakan tidak kekurangan penjilat jahat di sekelilingnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang suka saling memuji bila berjumpa anggota keluarga, kawan dan teman sekolah, terlepas apakah pujian tersebut sungguh-sungguh atau tidak. Mereka terbiasa memuji dan merayu dari awal. Apakah ini bukan sedang menjilat? Orang-orang suka mendengar pujian orang lain dan menerima rayuan. Mereka begitu senang dengan pujian sehingga melupakan ajaran kuno: “Obat yang baik terasa pahit namun berguna bagi tubuh,” dan “Nasehat yang baik mengejutkan telinga namun bermanfaat bagi sikap.”

Kita tidak seharusnya menganggap serius pujian orang lain. Jangan “seperti panah yang tidak mengenai sasaran dan menganggapnya sebagai kena sasaran.” Ini menipu diri sendiri dan orang lain, bahkan kemungkinan dapat membahayakan diri sendiri. Barangkali jika kita menolak menerima rayuan ataupun pujian, orang-orang akan merubah pemikirannya. Karena itu, kita harus selalu melihat ke dalam bila menghadapi masalah semacam ini.

Sumber: www.clearharmony.net