28 Desember 2008

Kepercayaan

Jack adalah seorang pengacara. Ketika pertama kali datang ke klinik saya, sebagai pasien, sikap dan ucapannya lebih persis disebut seorang hakim. Kapan Anda mulai mengadakan praktik kedokteran tradisinal Tiongkok? Tamatan universitas mana? Apa gelarnya? Penyakit apa yang paling Anda kuasai?


Dalam pertanyaannya yang berturut-turut itu, penuh dengan nada ketidakyakinan. Dengan tenang dan bersahaja saya menjawab satu per satu pertanyaannya. Seorang murid yang sedang praktik, yang berdiri di samping melihat pemandangan ini tak tahan bergumam, “Keterlaluan! Sampai lupa bahwa dirinya sendiri ke sini adalah untuk berobat.” Dia melihat saya masih dengan tenangnya tiada reaksi apa pun, wajahnya tertekan lebih merah lagi. Saya melihatnya memegang alkohol dan gumpalan kapas, di satu sisi seolah-olah sedang berusaha mencari beberapa jarum akupunktur yang diameternya lebih besar untuk digunakan pada tubuhnya.


Ketika saya mulai menanyakan asal mula penyakit Jack, dia mengatakan bahwa telapak kakinya sakit, sudah lama tidak bisa berjalan, berolahraga dan berlatih. Begitu berdiri, telapak kakinya sakit bagaikan ditusuk ribuan jarum. Ia telah pergi ke sejumlah besar rumah sakit, mencoba berbagai macam terapi pengobatan, namun tidak ada efeknya. Oleh karena itu, mencari saya untuk mencoba akupunktur pengobatan Tiongkok. Menurut cara pengobatan pada umumnya, saya mengobati telapak kakinya yang sakit. Ketika akan pergi, dengan ramah dan sopan dia mengatakan: “Jika kaki ini tidak sakit lagi, setelah satu minggu, saya akan mengirim biaya pengobatannya.”


Saya menganggukkan kepala tanda setuju. Pada saat itu, murid yang sedang praktik tak tahan lalu bicara: “Di sini bukan barang hasil pabrik, setelah dicoba dan bagus langsung bayar, jika tidak bagus kembalikan!”


Setelah itu, tidak ada lagi berita yang berhubungan dengan telapak kaki itu. Satu setengah tahun kemudian, Jack datang lagi ke tempat klinikku, kali ini ia menderita penyakit disentri, disentri ini bisa datang semaunya, semenit pun tidak boleh tertunda. Kali ini, dia baru datang lagi setelah tidak berhasil disembuhkan oleh kedokteran barat. Namun, sikapnya kali ini sangat berbeda dengan tempo hari, nada curiga dan sombong itu tidak ada lagi. Kali ini, karena ada pihak asuransi yang membayarnya, maka ia sering sekali datang. Dalam proses pengobatan, secara berangsur-angsur saya mulai sedikit memahami dirinya.


Suatu kali, ketika saya bertanya padanya mengapa penuh rasa curiga terhadap siapa pun, ia menceritakan sebuah kisah masa kecilnya sendiri. “Ketika kakekku imigrasi ke Amerika, tidak membawa apa-apa, hanya membawa sebuah buntalan kecil. Dari tangan hampa hingga ia membuka beberapa toko roti, sepanjang hidup telah banyak menderita. Ayahku juga hidup dalam kesulitan, oleh karena itu harapan satu-satunya terhadap diriku adalah ‘berusaha mencari uang.’ Sejak kecil ia mendidikku tidak boleh bergantung dan percaya pada siapa pun. Ketika bermain sepak bola, acap kali disandung oleh ayah. Suatu kali yang paling parah ketika terjatuh dari sepeda adalah dikarenakan takut bertabrakan dengan ayah, maka saya memilih jatuh terbanting. Ketika wajah saya bengkak dan hidung hijau kebiruan kena benturan, reaksinya malah memarahiku mengatakan bodoh bahkan tidak bisa dibandingkan dengan seekor babi. Yang lebih sulit dilupakan adalah ketika saya dengan susah payah merangkak di atas tangga, ia menjatuhkan tangganya. Dan ketika saya bertanya kepadanya mengapa berbuat demikian, ia mengatakan: ‘Untuk mendidikmu agar tidak percaya dan bergantung pada siapa pun!’” “Namun ayah Anda kan bukan orang lain!” dengan tidak habis mengerti aku mengatakannya. “Tentu saja termasuk ayahmu!” Ia menjawabnya demikian.


Hingga di sini, saya terkejut sampai tidak bisa bicara.


Saya mengidentifikasi gejala penyakitnya, perlahan-lahan mengerti mengapa usus dan lambungnya bisa mengidap penyakit yang langsung kumat begitu timbul dan sulit untuk disembuhkan. Menurut kedokteran tradisional Tiongkok bahwa disentri adalah stagnasi yang menjadi timbunan, setelah lama tertimbun menjadi disentri, sebabnya adalah limpa lemah, dan limpa menguasai pikiran. Ketika sepanjang hari dia hidup dalam ketegangan, tidak percaya dengan siapa pun, dari tahun ke tahun, dikarenakan perubahan perasaan yang tidak menentu, tentu saja akan menimbulkan kekejangan saluran usus, kadang kala berat atau ringan seiring dengan perubahan perasaan.


Jika ingin mengobati gejala penyakitnya, maka harus menghilangkan kemasygulan hatinya secara tuntas. Mana mungkin ini dapat dilakukan oleh kedokteran tradisional Tiongkok atau akupunktur? Bagaimana baru bisa mengubah sikapnya secara tuntas, apakah ada cara pengobatan yang benar-benar efektif ? Saya bertanya pada diri sendiri.


Artikel: Yu Lin, Dajiyuan