21 Desember 2008

Harta Benda dan Kebahagiaan

Ada yang mengatakan, “Uang adalah benda di luar tubuh, tidak bisa dibawa ketika lahir, juga tidak bisa dibawa pergi setelah meninggal dunia. Tidak perlu memikirkannya. Sebaliknya yang lainnya mengatakan, “Punya uang baru bisa memiliki segalanya, sewajarnya berusaha keras dengan rajin dengan berbagai cara untuk mendapatkan lebih banyak uang.”

Sesungguhnya uang itu sendiri tidak ada yang perlu dipersoalkan, dan sewajarnya ia termasuk benda yang netral, ia bisa mendatangkan kebahagiaan materi kepada manusia, juga merupakan dasar untuk mewujudkan aspirasi materi lainnya yang sesuai. Orang yang murni dan luhur tidak perlu memandang harta benda sebagai musuh besar demi untuk menyatakan kemurnian dan keluhuran diri sendiri.

Seorang yang menjadi kaya melalui usaha keras ditambah dengan keadaan yang mendukung, adalah orang yang beruntung, dan layak kita syukuri atas keberuntungan itu. Sering mendapat kabar mengenai teman yang hidup bahagia, di dalam hati merasa gembira atas kebahagiaan mereka, dalam perjalanan hidup saya, bisa berkenalan dengan sejumlah orang yang berbakat, berpengetahuan dan beruntung, bukankah sebuah hal yang menggembirakan? Lagi pula, kehidupan dahulu mereka pasti juga telah banyak berbuat hal-hal yang baik, mengumpulkan De (kebajikan) baru mendapatkan balasan nasib yang baik dalam kehidupan sekarang. Orang-orang kaya yang saya ketahui adalah orang yang berependidikan tinggi, lagi pula di antara kami bergaul dengan tulus dan terbuka, saling berterus terang, sedikit pun tidak ada perbedaan antara mulia dan nista.

Namun bukannya semua orang yang memiliki akhlak mulia, dan orang yang berusaha keras pasti bisa sukses dan kaya. Juga ada orang yang tekun namun tidak berhasil. Dan ini perlu dibincangkan tentang hubungan antara harta benda dan kebahagiaan. Menurut pendapat saya, harta benda bukanlah satu-satunya faktor yang bisa membuat bahagia, siapa yang berani mengatakan, bahwa orang-orang kaya di dunia ini pasti bahagia, sedangkan orang yang miskin setiap hari murung dan sedih? Miskin dan kaya bukannya tidak ada hubungan secara langsung, namun pandangan hidup seseorang berhubungan erat dengan kesejahteraan. Seperti contoh misalnya, sama-sama mengalami kegagalan, ada orang yang dikarenakan demikian menjadi patah semangat dan pesimis, bahkan tidak berkemauan untuk maju, menganggap diri sendiri adalah orang sial. Ada yang tetap seperti biasa gembira dan bahagia, menghadapi masalah dengan sikap yang terbuka dan optimis, dibandingkan dengan orang-orang yang bahkan untuk makan saja tidak mampu, diri sendiri masih termasuk beruntung sekali. Dan kegagalan itu sendiri adalah suatu ketidakberuntungan, jika hanya karena hal ini dan menyiksa diri kembali, justru adalah kemalangan dalam ketidakberuntungan.

Ditilik dari hal ini, terhadap kesejahteraan, faktor yang lebih berharga daripada harta benda adalah sikap optimis dalam kehidupan. Seorang yang optimis, meskipun tidak punya apa-apa, ia tetap dapat hidup dengan bahagia, sedangkan orang yang pesimis, meskipun harta keluarga berlimpah ruah, juga tak luput akan menyalahkan semua orang dan segala hal kecuali diri sendiri, sebab dalam kehidupan pasti ada hal-hal yang tidak diinginkan sebagaimana yang kita harapkan. Dan tentu saja, bukannya semua orang yang optimis di dunia ini mesti mengalami kemiskinan hidup, pada kenyataannya, di atas dunia ini terdapat sejumlah besar orang yang berbudi luhur dan berwibawa tinggi, usaha juga sangat sukses, paling tidak di antara teman sekolah saya cukup banyak yang sukses. Kekayaan ditambah lagi dengan suasana hati yang optimis tentu saja merupakan kehidupan yang paling bahagia, dan kegagalan ditambah lagi dengan sikap pesimistis adalah kemalangan dalam ketidakberuntungan.

Pada hakikatnya, baik itu kemiskinan atau kekayaan secara materi, memiliki sebuah hati yang tenang dan optimistis, itu berarti memiliki harta benda yang paling besar. Saya turut gembira akan kedudukan dan kekayaan teman-teman saya, dan berdoa untuk teman-teman yang gagal, dalam hati saya, mereka sama pentingnya, sama baiknya, tidak peduli di mana mereka berada, dan dalam keadaan yang sama saya sangat merindukan mereka, sebab yang saya hargai adalah orangnya, bukan benda.

Artikel: Mei Yu, www.xinsheng.net