14 Juni 2009

Mulut yang Arif

Kata-kata yang terucap keluar, air yang terpancar keluar. Lidah tajam melukai orang, melebihi tajamnya mata pisau membuat orang tidak sanggup menahannya. Dongeng maupun petuah orang kuno sudah sering memperingatkan kita, berhati-hati dalam mengucapkan kata, jangan memamerkan kepandaian bicara, terutama memutar balik fakta, merusak nama orang dengan perkataan keji, membuat fitnah mengadu domba, adalah perbuatan yang merusak moral sendiri, perbuatan yang dihindari oleh manusia sejati.


Yang dikatakan oleh orang dulu sebagai memupuk moral dengan berbuat baik, sungguh suatu akal sehat yang bermakna dalam. Terutama adalah memupuk moral dalam berbicara, suatu perbuatan yang tidak mudah. Luwes dalam berbicara, tidak saja mendatangkan harapan dan keyakinan bagi orang lain, juga mencitrakan moral diri sendiri, siapa yang tidak ingin melakukannya.


Yang berbicara tidak mempunyai suatu tujuan, yang mendengar menangkap arti. Suatu perkataan yang awalnya tanpa tujuan, mungkin dapat menghancurkan seseorang, juga mungkin dapat menolong seseorang. Satu patah kata dapat membangkitkan suatu negara, satu patah kata bisa meruntuhkan suatu negara, sudah banyak contohnya sepanjang sejarah. Tetapi dalam masyarakat yang pandir, senantiasa terjadi perbuatan “celaka datang dari mulut,” sehingga kesulitan datang bagai ombak yang menerjang, kesalahan diulang seumur hidup, dikarenakan oleh sebuah mulut yang tidak bermoral!


Prinsip-prinsip demikian, bahkan seorang anak kecil pun tahu. Tetapi, banyak orang yang sudah menghabiskan separuh umurnya pun, masih saja berbuat kesalahan dengan sengaja. Lihatlah media massa yang belakangan ini sering mengetengahkan “kata-kata kasar” yang riuh rendah, apakah pernah terbersit dalam pikiran Anda, bahwa Anda pun melakukan kesalahan yang sama?


Sumber: Tabloid Era Baru, Tahun Ke-1 No. 4